spot_img
Jumat, Juni 20, 2025
spot_img
BerandaNTBLOMBOK TIMURPrevalensi Kasus Naik, Lotim Butuh Kerja Lebih Ekstra Atasi Stunting

Prevalensi Kasus Naik, Lotim Butuh Kerja Lebih Ekstra Atasi Stunting

Selong (Suara NTB) – Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, Prevalensi data stunting di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) mengalami kenaikan 5 persen dibandingkan data sebelumnya. Yakni menjadi 33 persen dari sebelum ya 27,6 persen. Kenaikan data stunting ini diambil positif.

Dinas Kesehatan (Dikes) Lotim menyebut hal itu sebagai penyemangat kerja untuk bisa meningkatkan terus konvergensi dalam menangani kasus stunting. Melihat data itu, Lotim butuh kerja lebih ekstra lagi untuk menekan kasus stunting.

Kepala Dikes Kabupaten Lotim, Dr. H. Pathurrahman menjawab media di ruang kerjanya, Senin, 2 Juni 2025 menjelaskan, kenaikan data anak-anak yang stunting sebagai warning supaya bisa intervensi dengan konvergensi bersama pihak lain.

“Intervensinya kan dua, nutrisi sensitif dan nutrisi spesifik yang diarahkan. Arahkan cari penyebab stunting,” tegasnya.

 Dalam konvergensi penanganan asupan gizi untuk penanganan stunting ini membutuhkan multipihak. Banyak kelompok masyarakat yang harus kerja sama mengatasi stunting.

‘’Kenaikan ini harus lebih ekstra. Lotim sudah bagus pengendalian stunting. Hal itu  tak cukup. Maknai kenaikan ini supaya lebih konvergensi penanganan intervensi spesifik dan non sensitif di luar kesehatan,” imbuhnya.

Konvergensi, ujarnya, dapat dillaksanakan pada fokus dan sasaran yang sama. Sasaran fokus dimaksud adalah pada ibu hamil dan balita di bawah dua tahun (Baduta). Hal ini katanya sesuai secara konsep teori kejadian stunting mulai dari dalam kandungan. “Ke depan, kami berharap konvergensi spesifik dan sensitif ibu hamil dan baduta karena keyword-nya itu,” imbuhnya.

Sasaran fokus pada ibu hamil dan baduta ini harus lebih serius. Pasalnya, stunting memiliki siklus hidup, mulai remaja dewasa menikah, ibu hamil, melahirkan, lalu memelihara baduta sampai kembali dewasa. ‘’Kalau kurang di sasaran fokus, maka diyakini tidak bisa,’’ ujarnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lotim, H. Ahmat yang dikonfirmasi terpisah mengatakan perlu analisa penyebab kenaikan prevalensi kasus stunting berdasarkan SSGI. Pasalnya, dilihat dari data Keluarga Risiko Stunting (KRS) di Lotim justru menurun, yakni dari 97 ribu lebih menjadi 73 ribu.

H. Ahmat meyakinkan, kenaikan angka stunting itu bukan karena kegagalan program penanganan yang telah dilakukan. Berbagai inovasi dan terobosan kreatif telah dilakukan untuk menekan kemunculan baru kasus stunting, mulai dari orang tua teladan, orang tua asuh atasi stunting, dapur sehat atasi stunting dan program lainnya.

Dari program yang dihadirkan tersebut sebenarnya optimis kasus stunting Lotim ini sebenarnya menurun. Program yang digalakkan oleh  Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) telah berjalan dan tepat sasaran, ditambah lagi dengan program makan bergizi gratis (MBG) bagi ibu hamil.

Menurut H. Ahmat, besar kemungkinan kenaikan data stunting ini, karena persoalan data. Diketahui, SSGI dilakukan dengan menggunakan metodologi sampling.

Meski begitu, kenaikan data stunting itu tetap akan dijadikan motivasi untuk bisa hadirkan program penanganan yang lebih baik. Akan coba diaktifkan kembali kelompok kerja yang sudah terbentuk sampai ketingkat desa.

Diakui, tahun 2024 lalu sempat ditarget penurunan prevalensi stunting 14 persen. Namun dievaluasi sehingga tahun 2025 ini dinaikkan targetnya menjadi persen. Harapannya, target ini bisa diwujudkan dengan berbagai setuhan program yang telah disiapkan. “Kalau dari sisi program, kita sudah on the tract,”  klaimnya. (rus)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -










VIDEO