Mataram (Suara NTB) – Setelah sempat mengalami darurat pengelolaan sampah, Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram memastikan bahwa pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir Regional (TPAR) Kebon Kongok kini kembali berjalan normal. Sebagai langkah antisipatif jangka panjang, pemkot akan menyiapkan pembangunan insinerator guna mengurangi ketergantungan pada TPAR.
Wali Kota Mataram, Mohan Roliskana, menyampaikan bahwa kondisi pengelolaan sampah di Kota Mataram mulai kembali normal, setelah sebelumnya sempat mengalami situasi darurat. Pembuangan Sampah ke TPAR Kebon Kongok kini sudah bisa kembali normal, meskipun pemerintah juga sedang mempersiapkan lokasi alternatif di Kebon Ayu.
“Bisa buang sampah di Kongok, sudah normal lagi. Sambil nanti mempersiapkan untuk di Kebon Ayu yang sekarang masih disiapkan untuk membrannya,” ujarnya saat diwawancarai selepas menghadiri kegiatan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di TPAR Kebon Kongok, pada Kamis, 5 Mei 2025.
Ia menambahkan, sesuai dengan pernyataan Gubernur NTB, solusi persoalan diperkirakan hanya untuk satu tahun ke depan. Oleh karena itu, langkah-langkah antisipatif tetap perlu dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
“Maka, insyaallah seperti yang disampaikan Pak Gubernur, satu tahun ini masalah sudah bisa teratasi. Tapi tentu kita harus tetap mengantisipasi supaya tidak lagi terulang darurat sampah yang kita hadapi kemarin itu,” jelasnya.
Sebagai bagian dari upaya antisipasi tersebut, Pemerintah Kota Mataram mengalokasikan anggaran untuk pengadaan insinerator, guna mengurangi volume sampah yang dihasilkan dari hulu. Mohan, sebelumnya telah menyebutkan bahwa dua unit insinerator akan dibangun, sambil mengaktifkan insinerator lama milik RSUD Kota Mataram yang masih tersedia.
“Kita juga harus antisipasi di kota, makanya kita sampaikan kemarin, kita anggarkan untuk insinerator, dua unit dulu, sambil mengaktifkan insinerator yang ada,” jelas Wali Kota.
Satu unit insinerator diperkirakan menelan anggaran sekitar Rp2,5 miliar. Dengan demikian, pembangunan dua unit insinerator baru akan membutuhkan dana sekitar Rp5 miliar.
Menurutnya, kehadiran insinerator akan berdampak terhadap pengurangan ketergantungan pada TPAR Kebon Kongok. Pengolahan sampah langsung dari kota akan mempercepat proses penguraian dan menurunkan ritase truk pengangkut, sehingga mengurangi biaya operasional secara keseluruhan.
“Saya kira ini akan signifikan untuk mengurangi ketergantungan kita kepada Kebon Kongok. Ini tetap urgent, supaya volume sampah itu bisa kita reduksi dari kota. Karena itu bisa mempengaruhi dampaknya juga akan banyak. Jadi ritase kita bisa berkurang, artinya biaya operasional untuk pengangkutan juga bisa berdampak,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pengelolaan sampah berbasis teknologi di tingkat kota dan yang ada di TPAR tidak hanya menekan volume sampah yang dibuang ke TPAR, tapi juga memperpanjang usia pakai landfill serta mengurangi potensi konflik sosial.
“Dan juga tentu secara signifikan, penguraiannya bisa kita lakukan dari kota dulu, sebelum masuk ke sini. Dampak sosial juga sudah kita perhitungkan. Karena itu, kita bisa kembali mengaktifkan Kebon Kongok dengan kerja sama provinsi, Lobar, dan Pemkot. Kita di kota akan siapkan untuk itu. Di sini teknologinya sudah modern, jadi sampah bisa terurai lebih awal, dan landfill-nya bisa lebih dipergunakan dalam jangka waktu yang lebih lama lagi,” pungkasnya.
Sementara itu, terkait dengan penggunaan lahan di Kelurahan Tanjung Karang, Kecamatan Sekarbela, untuk pembuangan sampah sementara, Wali Kota memastikan bahwa aktivitas tersebut telah dihentikan. Lokasi tersebut kini akan difokuskan untuk pembangunan instalasi pengolahan limbah (SPALDT).
“Yang di lahan SPALDT itu kan sudah dihentikan. Nanti kita sesuaikan lagi karena Tanjung Karang itu memang tentatif, dan itu juga yang akan dipersiapkan untuk SPALDT. Jadi kita fokus di sana dulu, jangan sampai jadi masalah,” tutupnya. (hir)