Tanjung (Suara NTB) – Kelompok Tani Desa Gondang yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Pelopor, antusias menghadiri reses salah satu anggota DPRD Kabupaten Lombok Utara (KLU), M. Indra Darmaji Asmar, ST. Di tengah antusiasme itu, mereka meluapkan kekhawatiran alih fungsi lahan produktif menjadi beton yang berjalan cukup massif. Setahun terakhir 2024-2025 saja, tercatat sekitar 30 hektare lahan tanam padi telah berubah menjadi area private (perusahaan) maupun sarana publik.
Di hadapan 75 anggota P3A yang hadir, Ketua P3A Pelopor, Rusmiadi, Rabu, 4 Juni 2025 mengungkapkan, Lahan Baku Sawah (LBS) telah berkurang 10 persen, dari 300 hektare pada tahun 2024 menjadi 270 hektare pada tahun 2025. Data tersebut merupakan hasil pendataan BPS dalam rangka penataan distribusi pupuk.
“Sebanyak 680 KK (4 dusun) di Desa Gondang menggantungkan hidup di sawah. Kalau alih fungsi lahan terus berlanjut, Desa Gondang sebagai penghasil padi unggulan mungkin akan tinggal cerita di masa mendatang,” tegas Rusmadi.
Ia menjelaskan, pengurangan LBS di desanya merupakan imbas kebijakan Pemda. Dari 30 hektare lahan sawah sebagian besar dipergunakan untuk jalan lingkar Utara. Sedangkan sebagian lain imbas dari investasi pengusaha yang membangun bungalows, gudang, tempat usaha pertokoan dan perumahan warga.
Pihaknya tidak menjamin, dalam satu atau beberapa tahun ke depan, luasan alih fungsi akan semakin bertambah, terutama jika Pemda lamban menyelesaikan Raperda RTRW, Raperda LP2B dan Raperda Kemudahan Berinvestasi.
“Ada semacam karpet merah untuk investor yang rata-rata membangun di pinggir jalan dan memanfaatkan RTH (sawah). Kalau bisa khusus Gondang tidak dikenakan sebagai area pengembangan industri. Kemudahan berinvestasi jangan sampai diartikan bahwa lahan sawah basah bisa digunakan investor untuk menambah gudang. Pemda harus punya batasan yang jelas, karena kami di P3A tidak punya kewenangan mencegah pemilik lahan untuk membangun perumahan atau menjual lahannya kepada pengusaha,” tandasnya.
Menyikapi dinamika sektor pertanian di Desa Gondang, Giri mengingatkan bahwa pemerintah menggantungkan harapan kepada petani untuk meningkatkan produksi. Namun di sisi lain, pengurangan area produksi padi juga tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang tidak ketat mengawasi investasi di lahan produktif. “Jarang ada petani yang membangun dan menggunakan gedung, pasti pengusaha dan pemerintah itu sendiri. Oleh karena itu, kami berharap Raperda LP2B dipercepat,” tegasnya.
Selain persoalan tersebut, kelompok tani P3A Pelopor, menyuarakan agar Pemda menambah kuota pupuk bersubsidi, penyederhanaan birokrasi tebus pupuk, pembukaan JUT, serta rehabilitasi jaringan irigasi.
Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD KLU, Indra Darmaji, menyatakan telah mencatat seluruh aspirasi Kelompok Tani P3A Pelopor. Dirinya akan melanjutkan persoalan ini kepada pemerintah daerah untuk dapat disikapi melalui kebijakan eksekutif.
“Sektor pertanian harus diprioritaskan karena menyentuh kebutuhan pokok (beras). Tidak ada negosiasi, jika ketahanan pangan terganggu, situasi di daerah bisa buruk,” katanya.
Dirinya juga meminta agar eksekutif Pemda KLU tidak lengah mengawasi investasi di lahan terbuka hijau. Ia pun setuju jika pemerintah dan DPRD KLU mempercepat proses pembahasan LP2B. Produk hukum ini tidak hanya menjadi naungan lahan produktif, tetapi juga memfasilitasi proses anggaran DAK (APBN) untuk irigasi pertanian. (ari)