Mataram (Suara NTB) – Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polresta Mataram kembali memeriksa mantan Kepala Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi (BPJP) Wilayah Pulau Lombok, Dinas PUPR NTB, Ali Fikri, pada Senin, 30 Juni 2025. Pemeriksaan ini merupakan lanjutan dari penyelidikan kasus dugaan korupsi dalam penyewaan alat berat milik negara.
Kapolresta Mataram melalui Kasat Reskrim AKP Regi Halili membenarkan pemeriksaan tersebut. “Ya, benar hari ini beliau kembali diperiksa,” ujarnya.
Ali Fikri mengaku diperiksa sejak pukul 02.00 WITA hingga 15.46 WITA. Ia juga membantah adanya aliran dana yang masuk ke rekening istrinya terkait penyewaan alat berat. “Bukti transfer ke rekening istri saya itu terkait pengembalian uang pinjaman dari saudara Efendy,” jelasnya.
Menurut Ali, Efendy meminjam uang kepada istrinya untuk modal usaha, dengan total pinjaman mencapai Rp180 juta selama setahun. Awalnya, Efendy hanya menyewa alat berat, namun kemudian melibatkan istrinya dalam kerja sama usaha. “Jumlah pengembalian tentu lebih besar karena digunakan untuk usaha,” tambahnya.
Terkait dokumen sewa yang dipermasalahkan, Ali menyatakan hanya menandatangani kontrak sewa selama 25 hari. Ia membantah pernah menandatangani dokumen kontrak sewa selama 120 hari seperti yang dipegang Efendy. “Saya yang buat kontrak 25 hari itu. Yang 120 hari bukan saya yang tandatangani,” tegasnya.
Ali juga menjelaskan bahwa ekskavator yang disewa mengalami kerusakan, sehingga MoU penyewaan diubah menjadi MoU perbaikan. Efendy disebut mengeluarkan dana Rp143 juta untuk memperbaiki alat berat tersebut, dan dibuatkan kontrak pengembalian dana. Namun, sebelum proses itu tuntas, Ali mengaku telah dipindah tugaskan dari jabatannya sebagai Kepala BPJP.
“Setelah saya tidak lagi menjabat, mungkin di situlah mulai timbul permasalahan,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Rabu, 4 Juni 2025, Ali Fikri dan istrinya telah diperiksa penyidik terkait dugaan penyalahgunaan sewa empat unit alat berat milik negara yang dilakukan pada tahun 2021. Alat berat tersebut terdiri dari satu unit ekskavator, dua dump truck, dan satu mesin molen. Namun, hasil sewa diduga tidak masuk ke kas daerah.
Penyidik juga menemukan satu ekskavator dalam kondisi rusak berat di Desa Pengadangan, Lombok Timur, sementara tiga alat lainnya belum ditemukan dan belum dikembalikan.
Dua versi dokumen sewa turut ditemukan dalam kasus ini. Satu versi dipegang Ali Fikri, dan versi lainnya oleh Efendy. Efendy hanya mengakui dokumen yang berasal dari Dinas PUPR dan membantah pernah menandatangani versi milik Ali.
Hingga saat ini, belum ada tersangka yang ditetapkan. Polisi masih menunggu hasil audit resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menentukan jumlah kerugian negara dan pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Audit sementara BPKP NTB mencatat potensi kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp4 miliar. (mit)