spot_img
Rabu, November 12, 2025
spot_img
BerandaBREAKING NEWSHingga September, Baru 37 SPPG di NTB yang Memiliki SLHS

Hingga September, Baru 37 SPPG di NTB yang Memiliki SLHS

Mataram (suarantb.com) – Hingga bulan September tahun 2025, baru 37 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di NTB yang sudah memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Dari 256 SPPG, masih banyak yang belum mendapatkan sertifikat tersebut. Padahal, hingga akhir Oktober 2025, Pemerintah Provinsi NTB mendorong seluruh SPPG di NTB telah tersertifikasi LHS.

Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr. Lalu Hamzi Fikri menyatakan, dari 256 SPPG terdapat 12 ribu penjamah atau petugas dalam SPPG. Dari jumlah tersebut, yang telah mendapat pelatihan laik higiene dan sanitasi baru 2.209 orang. Dengan jumlah SPPG yang telah mendapat pelatihan sebanyak 47 dapur.

“Itu yang sudah dilatih. Sekarang masih proses. Masih dilatih semua SPPG ini,” ujarnya, Selasa, 7 Oktober 2026.

37 SPPG yang sudah memenuhi SLHS  itu adalah Lombok Timur dengan 26 dapur, Kota Bima dua dapur, dan Dompu dua dapur. Untuk mendapatkan sertifikat LHS, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh SPPG yaitu KTP penanggung jawab, bukti uji laboratorium dari laboratorium terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang memenuhi standar.

Selanjutnya harus memiliki bukti hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) dari petugas sanitarian Puskesmas. Proses penerbitan SLHS kini jauh lebih mudah berkat penyederhanaan prosedur oleh pemerintah pusat yang bisa diajukan lewat Dinas Kesehatan NTB.

“Sudah sangat dimudahkan dari sisi pemotongan jalur, tidak ada rekomendasi-rekomendasi panjang. Dan sekarang langsung ke Dinas Kesehatan setempat,” lanjutnya.

Kualitas Air

Salah satu aspek penting dalam sertifikasi SLHS adalah kualitas air yang digunakan oleh SPPG. Petugas harus memastikan air yang digunakan tidak tercemar bakteri E. Coli. Seperti beberapa kasus dugaan keracunan akibat Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi di NTB beberapa waktu lalu.

Untuk mencegah hal itu, perlu adanya Intervensi dengan pemberian saringan air dan pengawasan dari petugas Puskesmas. Petugas SPPG juga mesti memastikan kebersihan mereka, bila perlu menerapkan penggunaan sarung tangan agar meminimalisir terjadinya penyaluran bakteri.

“Peran Puskesmas atau Dinas Kesehatan kabupaten/kota saat ini ikut mendampingi dari sisi kesehatan lingkungan dan pengawasan,” jelasnya. (era)

IKLAN











RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO