spot_img
Selasa, November 11, 2025
spot_img
BerandaBREAKING NEWSDua Tersangka Kasus Dugaan Penjualan Tanah Milik Pemda Lobar Ajukan Penangguhan Penahanan

Dua Tersangka Kasus Dugaan Penjualan Tanah Milik Pemda Lobar Ajukan Penangguhan Penahanan

Mataram (suarantb.com) – Dua tersangka kasus dugaan penjualan aset milik Pemerintah Daerah Lombok Barat (Pemda Lobar) berupa tanah kas desa (pecatu) di Desa Bagik Polak, mengajukan penangguhan penahanan.

Dua tersangka itu adalah Kepala Desa Bagik Polak berinisial AAP dan mantan Kasi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lobar, BMF.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram, Gde Made Pasek Swardhayana membenarkan terkait pengajuan penangguhan penahanan kedua tersangka itu.

“Pengajuan penangguhan penahanan ada, nanti kami kaji dulu,” kata Swardhayana, Rabu (8/10/2025).

Saat ini kedua tersangka masih menjalani penahanan. AAP ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat. Sedangkan BMF ditahan di Lapas Perempuan Kelas III Mataram.

Kronologi Kasus

Kasi Intelijen Kejari Mataram Muhammad Harun Al Rasyid sebelumnya menjelaskan, perkara ini berawal pada 2018. Saat itu AAP mengajukan permohonan sertifikat atas sebidang tanah pertanian seluas 3.757 meter persegi di Subak Karang Bucu, Desa Bagik Polak, Lombok Barat. Tanah tersebut sebelumnya merupakan tanah pecatu dari Dusun Karang Sembung.

“Pengajuan itu melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL),” tambahnya.

Dari permohonan itu terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 02669 atas nama pribadi AAP. Belakangan, ada demo keberatan dari warga sehingga sertifikat atas nama AAP tersebut dibatalkan pada 29 September 2019.

Namun, melalui rekayasa gugatan perdata di Pengadilan Negeri Mataram, muncul pihak penggugat IWB yang mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah. Mereka menggugat AAP dan BPN Lombok Barat atas objek yang telah dibatalkan.

Dalam proses persidangan, BMF selaku penerima kuasa khusus dari Kepala BPN Lombok Barat kerap mangkir dan tidak menugaskan staf lain untuk hadir.

Ketidakhadiran itu mengakibatkan tidak adanya penjelasan yang memadai mengenai kemungkinan kesalahan subjek dan objek perkara (error in personam dan error in objecto).

Situasi ini dimanfaatkan AAP untuk melakukan perdamaian dengan IWB serta menyerahkan tanah bersertifikat SHM Nomor 02669 kepada IWB. Dengan dasar itu, IWB kemudian menjual tanah tersebut ke seorang berinisial MA.

Oleh karena itu, kedua tersangka diduga melanggar pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Akibat perbuatan tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian berupa hilangnya aset tanah negara seluas 3.757 meter persegi di Desa Bagik Polak.

“Nilai kerugian masih dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB,” tandasnya. (mit)

IKLAN










RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO