DITRESKRIMSUS Polda NTB berkoordinasi dengan sejumlah pihak dalam menyelidiki kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi Pemprov NTB terkait pemotongan dana pokok pikiran (Pokir) DPRD NTB 2025.
“Koordinasi dengan dua kantor dan instansi,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB, Kombes Pol FX. Endriadi, Minggu (12/10/2025). Endriadi tidak merinci kantor dan instansi mana saja yang di maksud tersebut.
Selain berkoordinasi dengan dua kantor dan instansi tersebut, penyelidik Ditreskrimsus Polda NTB kini tengah meneliti 12 dokumen yang berkaitan dengan kasus yang dilaporkan mantan anggota DPRD NTB, TGH.Najamuddin Mustofa itu.
Selain tengah meneliti sejumlah dokumen, penyelidik Ditreskrimsus Polda NTB saat ini telah meminta klarifikasi terhadap 10 orang saksi. Sebagian dari saksi tersebut berasal dari kalangan Pejabat Pemprov NTB.
Sejauh ini, pihak kepolisian juga telah memeriksa sejumlah anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov NTB.
Endriadi juga juga sebelumnya mengaku telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Menyusul laporan dan dokumen serupa juga masuk dan sedang ditangani pihak Kejati.
Pemprov NTB Dilaporkan Terkait Pemotongan Dana Pokir DPRD NTB
Sebelumnya, TGH. Najamuddin Mustafa melaporkan Pemprov NTB ke Polda NTB terkait pemotongan dana Pokir DPRD NTB 2025. ‘’Sudah seminggu yang lalu saya melaporkan terkait dugaan pengambilan Pokir DPRD Rp39 miliar yang (diduga) ilegal,’’ ujar Najamuddin, Senin, 4 Agustus 2025.
Dia mengaku telah memberikan data-data terkait pemotongan dana Pokir yang diduga ilegal kepada pihak kepolisian. Kebijakan memotong dana Pokir itu ia nilai ilegal karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Menurutnya, Pemprov NTB harus melewati PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah. Kemudian, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah.
Dalih pemotongan Pokir merupakan penerapan kebijakan efisiensi anggaran sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Namun, Najamuddin menilai ada kejanggalan. Menurutnya, kebijakan efisiensi anggaran seharusnya tidak menyasar program Pokir, melainkan hanya berlaku untuk pos-pos seperti perjalanan dinas, biaya sewa, serta kegiatan seremonial.
Menurut dia, jika pemotongan tersebut benar-benar berdasar pada kebijakan efisiensi, semestinya seluruh 65 anggota DPRD NTB mengalami pemangkasan. Namun faktanya, hanya sebagian yang terdampak, yakni para anggota dewan yang tidak kembali terpilih pada Pileg 2024. (mit)


