spot_img
Selasa, November 11, 2025
spot_img
BerandaNTBKOTA MATARAMPedagang Pakaian Bekas di Mataram Keluhkan Larangan Impor “Thrifting”

Pedagang Pakaian Bekas di Mataram Keluhkan Larangan Impor “Thrifting”

Mataram (Suara NTB) – Sejumlah pedagang pakaian bekas di Pasar Loak Karang Sukun, Jalan Amir Hamzah, Kelurahan Mataram Timur, Kecamatan Mataram, mengaku khawatir dengan kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang melarang impor pakaian bekas atau thrifting. Mereka menilai kebijakan tersebut berpotensi mematikan usaha yang telah menjadi sumber penghidupan selama bertahun-tahun.

Saat ditemui di lokasi pasar pada Rabu (29/10/2025), para pedagang menyampaikan keberatan mereka terhadap kebijakan yang dinilai belum memberikan solusi bagi para pelaku usaha kecil yang menggantungkan hidup dari penjualan pakaian bekas impor.

Salah satu pedagang, Nurhayati (50), yang telah berjualan pakaian bekas selama hampir 15 tahun, mengatakan bahwa usaha tersebut merupakan satu-satunya sumber pendapatan keluarganya.

“Kalau diberhentikan, mau usaha apa lagi? Ini satu-satunya lahan pendapatan kami dari dulu. Pemerintah mau bunuh kita?” ujarnya dengan nada kecewa.

Nurhayati menuturkan, kehidupannya dan dua anaknya yang masih bersekolah sepenuhnya bergantung pada hasil penjualan pakaian bekas. Ia tidak menolak aturan pemerintah, namun berharap ada solusi pengganti agar pedagang kecil tetap dapat bertahan.

“Kalau pemerintah mau biayai anak-anak kami sekolah dan makan minum kita sehari-hari, silakan tutup, tidak apa-apa,” ujarnya.

Ia menambahkan, larangan impor pakaian bekas sebenarnya sudah diberlakukan sejak masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo, namun di lapangan perdagangan pakaian bekas tetap berjalan karena permintaan masyarakat yang tinggi.

Keluhan serupa juga disampaikan oleh Hapidan (46), pedagang lainnya yang telah bertahun-tahun berjualan di lokasi yang sama. Ia mengatakan, penghasilannya dari usaha pakaian bekas digunakan untuk membiayai pendidikan tiga anaknya yang masih kuliah.

“Pasar ini tidak selalu ramai. Biasanya hari Jumat baru agak ramai pembeli. Dari situlah kami bisa bertahan,” katanya.

Hapidan menyatakan, dirinya siap mengikuti aturan pemerintah jika kebijakan pelarangan impor benar-benar diberlakukan. Namun meminta adanya kebijakan transisi atau program alternatif bagi pedagang kecil yang sudah lama menggantungkan hidup dari usaha tersebut.

“Kami tidak melawan. Kalau dilarang, ya kita ikut. Tapi mohon pemerintah pikirkan juga nasib kami yang sudah turun-temurun berdagang pakaian bekas ini,” ucapnya.

Terkait alasan pemerintah melarang impor pakaian bekas, yakni untuk mendorong pengembangan UMKM lokal dan industri tekstil dalam negeri. Hapidan menilai bahwa persoalan sebenarnya terletak pada minat dan daya beli masyarakat.

“Masalahnya bukan hanya produk lokal tidak ada, tapi soal harga dan kualitas. Masyarakat kecil beli pakaian bekas karena murah, tapi kualitasnya juga bagus. Kalau ekonomi mereka banyak, tentu pilih yang baru,” pungkasnya. (pan)

IKLAN










RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO