ANGGOTA Komisi III DPRD Kota Mataram, H. Muhtar, SH., mengatakan keberadaan cidomo di Kota Mataram masih perlu dipertahankan sebagai budaya daerah. Di Kota Mataram, cidomo digunakan sebagai angkutan tradisonal. Sedangkan di daerah lain seperti Jakarta dan Yogyakarta, fungsi cidomo bukan sebagai alat angkut. ‘’Tapi untuk menarik wisatawan,’’ katanya kepada Suara NTB melalui sambungan telepon, Jumat 26 April 2024.
Cidomo sebagai angkutan tradisional di Kota Mataram, menurut Muhtar, lama kelamaan akan punah. ‘’Oleh karena itu sebenarnya tidak keberatanlah kalau itu masih dimanfaatkan, sepanjang Pemkot Mataram membuatkan aturan yang jelas. Terutama terkait rute cidomo,’’ ungkap politisi Partai Gerindra ini.
Yang terjadi selama ini, lanjut Muhtar, tidak hanya persoalan rute, keberadaan cidomo kerap dianggap mengganggu estetika ketika kotoran kuda tercecer di jalan. ‘’Jadi kan Lombok dulu pernah terkenal dengan kotoran kudanya. Ya supaya jangan itu lagi muncul,’’ kelakarnya.
Oleh karena itu, tegas Muhtar, Dishub (Dinas Perhubungan) perlu meningkatkan kesadaran kusir cidomo agar lebih tertib. Baik tertib trayek maupun tertib terkait kotoran kuda. Sebelum beroperasi di jalan raya, kusir cidomo harus mempersiapkan terlebih dahulu kantong untuk menampung kotoran kuda agar tidak tercecer di jalan.
Muhtar mengapresiasi pemberian STNKTB (Surat Tanda Nomor Kendaraan Tidak Bermotor) kepada cidomo. Mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mataram ini menekankan, bahwa pemberian STNKTB ini harus dibarengi dengan sanksi bagi cidomo yang melanggar.
Muhtar meyakini persentase jumlah cidomo di Kota Mataram sudah jauh menurun. ‘’Kemudian operasionalnya lebih banyak orang-orang dari luar Mataram,’’ katanya. Untuk itu, kata anggota dewan dari daerah pemilihan Ampenan ini, perlu ada penataan kembali terkait keberadaan cidomo.
‘’Jangan sampai masyarakat Kota Mataram yang sudah punya kesadaran tinggi dengan operasional cidomo di Kota Mataram kemudian nanti malah justru orang-orang luar Mataram yang tidak mengindahkan aturan itu,’’ terangnya. Menurut Muhtar, perlu ada penertiban yang dibarengi dengan penataan serius.
‘’Jadi kalau memang ingin beroperasi di Kota Mataram, silahkan taati aturan,’’ demikian Muhtar. Karena, sebagian besar cidomo yang beroperasi di Kota Mataram, justru berasal dari luar Mataram. Pada bagian lain dia juga mendorong ke depan cidomo bisa menjadi angkutan wisata seperti di daerah lain. (fit)