Mataram (Suara NTB) – Sebanyak 21 mahasiswa akan dipanggil dan diperiksa pihak kepolisian imbas rusaknya gerbang kantor DPRD NTB bagian selatan. Rusaknya pagar DPRD ini dikarenakan masa aksi yang menerobos masuk ke dalam kantor DPRD NTB untuk menyampaikan aksinya kepada para Dewan Perwakilan Rakyat.
Sampai Rabu, 11 September 2024, sudah ada enam mahasiswa yang dipanggil Direskrimum Polda NTB untuk dimintai keterangan terkait keterlibatannya merusak gerbang DPR tersebut. Dikatakan, sampai dengan Sabtu, 14 September 2024, akan ada 21 mahasiswa yang akan dimintai keterangan.
“Sejauh ini enam orang yang sudah dipanggil, tapi dengar info tadi kemungkinan ada 21 orang dari beberapa kampus,” ujar penasehat hukum tim pembela demokrasi, Muhammad Paizi.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, dari enam orang yang sudah diperiksa, aktor utama atau pelaku utama pengrusakan gerbang ini belum ditemukan.
“Pemeriksaan lebih utama tentang pengrusakan itu, personal yang merusak gerbang itu belum ada yang tau. Sudah ditunjukkan foto yang merusak, tapi tidak ada yang tau dia siapa,” lanjutnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Tim Pembela Aliansi Rakyat NTB Melawan, Yan Mangandar Putra yang mengatakan bahwa hari ini merupakan ketiga kali pemanggilan mahasiswa oleh pihak kepolisian. Yang mana proses pemeriksaan masih sama yaitu seputar keterlibatan dalam pengrusakan gerbang kantor DPRD.
Menurut Yan, tindakan pelaporan yang dilakukan oleh DPRD tersebut merupakan salah satu upaya pembungkaman demokrasi. Padahal, aksi pada tanggal 23 Agustus 2024 kemarin merupakan salah satu upaya mahasiswa untuk menyelamatkan Indonesia dari pihak penguasa.
“Coba seandainya kemarin tidak ada perlawanan seperti yang dilakukan oleh mahasiswa bersama rakyat di tanggal 23 Agustus, mungkin itu akan direvisi untuk bisa merangkum kepentingan Dinasti Presiden Jokowi,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwa respon DPRD NTB cukup lebay karena melaporkan mahasiswa. Padahal, jika saja mahasiswa diberikan akses masuk untuk menyampaikan aspirasinya, maka kejadian pengrusakan tersebut tak akan pernah terjadi.
“Ini bukan masalah besar, karena memang tugas utama dari legislatif kan patutnya melindungi kawan-kawan yang menyampaikan pendapat terkait upaya revisi UU Pilkada. Ini yang harus dilakukan pimpinan DPRD, melindungi mereka,” lanjutnya
“Tuntutan mahasiswa juga sangat jelas, ingin menyampaikan tuntutannya di dalam gedung DPRD, itu kan bangunan milik rakyat, harusnya diberi kesempatan. Tapi dengan alasan tidak jelas kan Ketua DPRD menolak agar mereka jangan menyampaikan pendapat di dalam halaman DPRD,” sambungnya.
Menurutnya, jika laporan ini diteruskan oleh DPRD, hal ini dirasa sangat berlebihan dan konyol. Karena masih banyak persoalan yang lebih berat yang harus diselesaikan, misalnya kasus korupsi.
Ia mengungkap bahwa mahasiswa pernah mencoba untuk berkomunikasi dengan pihak DPRD. Namun, respon yang diberikan sangat normatif yaitu DPRD menghargai proses hukum dan membuka pintu komunikasi dengan pihak Polda. (era)