Giri Menang (Suara NTB) – DPRD Lombok Barat (Lobar) mengusulkan sejumlah OPD sebaiknya dilebur atau dimerger. Pasalnya, dinilai postur OPD yang terlalu gemuk tak dibarengi dengan kinerja yang maksimal. Lebih-lebih dalam menggali potensi PAD. Hal ini juga untuk mengefisienkan anggaran dan mengaktifkan kinerja OPD.
Pasalnya, banyaknya OPD menambah beban APBD, sehingga porsi belanja pegawai sangat besar dan boros. Bahkan Lobar pada posisi kedua belanja pegawai di NTB. “Kalau dari pandangan dewan dari semua komisi, mengharapkan agar upaya perampingan OPD ini segera dilakukan di pemerintahan yang baru,” kata anggota DPRD Lobar, Jumahir, Jumat, 20 september 2024.
Jika melihat data yang ada, Lobar menjadi kabupaten tertinggi kedua setelah Kota Bima dengan tingkat belanja pegawai paling tinggi. Rasio belanja pegawai Lobar mencapai 41,01 persen dari APBD. Sedangkan secara regulasi, rasio belanja Pemkab maksimal 30 persen dari APBD dengan jumlah OPD yang ada di Lobar sekitar 32. Dengan itu menurutnya, dampak perampingan OPD selain kepada efektivitas kerja juga berdampak terhadap efisiensi anggaran, terutama untuk belanja pegawai.
Apalagi Lobar boros dalam pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang nilainya cukup besar menyedot anggaran daerah yang sumbernya dari APBD. “Kalau perampingan OPD ini bisa kita lakukan, maka akan terjawab persentase belanja pegawai dalam APBD,” terangnya.
Politisi Golkar itu menyebut, kondisi ini harus menjadi perhatian dan harus diberikan solusi untuk pemerintahan ke depannya. Bahkan jika Pemkab memiliki OPD yang gemuk, itu tidak ada korelasinya terhadap besaran Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima daerah.
“Tidak ada kaitannya, bahwa semakin besar OPD, dana transfer pusat semakin besar, itu tidak ada korelasinya,” tegasnya.
Ke depannya, jika perampingan OPD bisa terealisasi, maka alokasi yang belanja pegawai bisa dipindahkan menjadi belanja publik, porsi anggaran publik bisa lebih banyak untuk daerah.“Dengan perampingan OPD kita bisa efisiensi belanja daerah, dan lebih efektif untuk kinerja,” tambahnya.
Jumahir mencontohkan, Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Lobar bisa saja digabungkan dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Lobar. Kemudian Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lobar, bisa saja digabungkan dengan Dinas Pertanian (Distan) Lobar dan Dinas Ketahanan Pangan.
Dirinya melihat, beberapa OPD tersebut memiliki tupoksi yang beririsan satu sama lain, sehingga tidak masalah, jika dilakukan penggabungan. “Tidak ada dampaknya kalau digabungkan ini, program dari pusat itu tidak terlaksana,” terangnya.
Hal senada disampaikan, anggota DPRD Lobar Munawir Haris. Politisi PAN ini menjelaskan beban APBD untuk membayar operasional pegawai khusus TPP lumayan besar, per bulan satu orang kepala OPD mencapai belasan hingga puluhan juta rupiah. “Kalau saya merger saya OPD- OPD ini, karena beban daerah (APBD) sangat berat,” jelas Haris.
Kalau dikalkulasi per bulan, total kebutuhan untuk TPP ini mencapai Rp6,2-7 Miliar, sehingga untuk TPP satu tahun saja dibutuhkan dana puluhan miliar.
Lebih lanjut dari sisi tugas dan fungsi, sejumlah OPD hampir sama dan beririsan, seperti Dinas Sosial dengan Dinas Perindag, Damkar dengan BPBD. Kemudian Dispora bisa dimerger dengan dua OPD, yakni Dinas Dikbud dan Dispar atau tiga OPD ini bisa dilebur menjadi satu. Disnaker dimerger dengan DPMPTSP. Dinas Ketahanan Pangan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan. “Perkim kembalikan ke PUPR,”jelasnya.
Menurutnya, tidak ada apa-apa OPD sedikit namun nantinya bisa masuk ke bidang-bidang di masing-masing OPD. “Artinya OPD ini miskin postur tapi kaya fungsi,”jelasnya. Sebab kalaupun OPD banyak, namun dari sisi fungsi hampir sama justru terkesan boros. Apalagi kalau OPD ini tidak maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. “Ngapain banyak-banyak OPD,” kritiknya.
Merger OPD ini boleh dilakukan pemda, sebab daerah lain juga sudah melakukan hal itu. Dan dari sisi regulasi membolehkan. Menurutnya merger OPD ini salah satu solusi yang perlu dilakukan Pemda untuk efisiensi atau mengurangi beban keuangan daerah. (her)