Mataram (Suara NTB) – Pemerintah Kota Mataram telah membentuk desk pilkada untuk mengetahui hasil rekapitulasi di 581 tempat pemungutan suara. Hasil perhitungan ini bukan menjadi acuan hasil atau pemenang pemilihan kepala daerah (Pilkada) di ibukota provinsi NTB itu.
Pejabat Sementara (Pjs) Walikota Mataram, Tri Budiprayitno menjelaskan, Bagian Pemerintah Setda Kota Mataram sebagai unit kerja memiliki semacam fasilitas atau membentuk desk pilkada untuk memfasilitasi penyelenggara pemilu dalam rangka memastikan seluruh tahadap Pilkada di Kota Mataram, terselenggara dengan baik di masing-masing kelurahan. Desk pilkada dibentuk untuk menjaring tenaga admin di 50 kelurahan. “Hasilnya sudah pasti tetapi pemerintah hanya memfasilitasi membuat desk pilkada. Dan ini sudah ada sejak awal sedapat mungkin dikawal,” terangnya dikonfirmasi usai rapat koordinasi dengan seluruh camat dan lurah se-Kota Mataram pada Kamis, 26 September 2024.
Aplikasi penghitungan suara yang dirancang hanya sekadar data internal pemerintah, sehingga tidak dijadikan sebagai acuan. Data acuan perhitungan suara sudah memiliki mekanisme di Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pilkada. “Kita memang temukan ada quick count dan real count, tetapi aplikasi yang kita bangun untuk kebutuhan internal saja,” terangnya.
Selain menggelar rapat bersama camat dan lurah, ia juga memimpin rapat bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Mataram. Pjs Walikota mengaku, dari 581 tempat pemungutan suara di enam kecamatan dan 50 kelurahan sudah dipetakan oleh kepolisian daerah yang tidak rawan, rawan, dan sangat rawan.
Khusus TPS sangat rawan akan ditempatkan empat anggota kepolisian mengantisipasi adanya potensi gangguan keamanan dan ketertiban saat proses pencoblosan dan penghitungan suara. “Bilamana ada eskalasi nanti ada penebalan dari kepolisian untuk pengamanan,” terangnya.
Selain itu, ia juga mengingatkan netralitas aparatur sipil negara di lingkup Pemerintah Kota Mataram. ASN sambungnya, memang memiliki hak pilih dalam kontestasi politik, tetapi harus pandai menempatkan diri serta tidak terlibat aktif mendukung salah satu pasangan calon. “Kalau NKRI harga mati. Maka netralitas ASN juga jadi harga mati,” demikian kata dia Pjs Walikota. (cem)