PEMERINTAH memberikan sejumlah kemudahan bagi masyarakat dan perusahaan dalam menyediakan perumahan untuk masyarakat. Hal itu dalam rangka mendukung percepatan pelaksanaan program pembangunan tiga juta rumah di Indonesia dibawah pemerintahan Prabowo Subianto.
Terkait dengan hal itu, Pemprov NTB mengikuti rapat koordinasi (rakor) pengendalian inflasi yang dirangkaikan dengan sosialisasi kebijakan penyediaan tiga juta rumah bagi rakyat Indonesia secara daring, bertempat di Pendopo Timur Kantor Gubernur, Mataram, 25 November 2024.
Hadir dalam kesempatan tersebut Sekda NTB H. Lalu Gita Ariadi, M.Si didampingi Asisten II Setda NTB Fathul Gani, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, dan Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) NTB Sadimin.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam kesempatan tersebut mengatakan, ada dua retribusi yang ditarik atau dibebaskan oleh pemerintah berdasarkan UU No 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). Pertama yaitu Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk kepemilikan rumah pertama dengan kreteria tertentu yang ditetapkan oleh kepala daerah.
Selanjutnya pemerintah pusat akan membebaskan retribusi PBG atau Persetujuan Bangunan Gedung yang dulu disebut dengan istilah IMB. Serta waktu pengeluarakan izin PBG yang awalnya maksimal 28 hari diperpendek menjadi 10 hari saja.
“Di dalam UU No 6 Tahun 2003 di dalam pasal 33 disebutkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan perizinan berusaha bagi badan hukum yang mengajukan rencana pembangunan perumahan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah,” kata Mendagri Tito Karnavian.
Dalam Kepmen PUPR No 22/2023 tentang Kreteria Penghasilan Masyarakat disebutkan bahwa kreteria masyarakat berpenghasilan rendah yaitu maksimal Rp7 juta untuk warga yang belum kawin dan kategori kawin maksimal sebesar Rp8 juta. Angka ini mencakup sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk di wilayah NTB.
“Dan kategori untuk satu orang Tapera, Tabungan Perumahan Rakyat yaitu Rp8 juta,” kata Tito Karnavian.
Syarat kedua yaitu luas lantai paling luas 36 m2 untuk kepemilikan rumah umum dan satuan rumah susun dan luas lantai paling luas 48 m2 untuk pembangunan rumah swadaya.
Artinya bagi masyarakat yang memiliki penghasilan maksimal 7 juta yang belum kawin dan 8 juta yang sudah kawin, mereka dibebaskan dari penarikan retribusi Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) dan retribusi PBG.
Menurutnya, untuk mempercepat penyediaan rumah ini, pemerintah melalui PP 35/2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah akan memberikan insentif fiskal berupa pengurangan, keringanan dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan atau sanksinya. Pemberian insentif fiskal ini ditetapkan dengan peraturan kepala daerah (perkada).
“Ini dilakukan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam mencapai program prioritas nasional. Program penyediaan 3 juta rumah ini termasuk program prioritas nasional,” katanya.
Terkait dengan hal tersebut, Kepala Dinas Perkim NTB Sadimin MT mengatakan, pihaknya akan segera melakukan sosialisasi, bersama kabupaten/kota. Sehingga Disperkim akan mengundang Realestate Indonesia (REI) NTB, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Dinas Perkim Kabupaten/Kota dan Badan Perizinan di Kabupaten/Kota, sebab semua perizinan ada di mereka.
“Kita ajak sosialisasi untuk mempercepat ini. Misalnya seperti sekarang pegawai golongan III setelah habis nikah kan, sekian tahun bafru bisa beli rumah, karena gajinya sudah di atas UMP. Namun dengan adanya ketentuan baru ini, peluang menuju kesana semakin banyak,” katanya.(ris)