Praya (Suara NTB) – Pemerintah pusat pada tahun ini menargetkan bisa mengirim setidaknya 425 ribu Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke luar negeri. Dengan fokus pada pengiriman PMI yang berkompetens serta berskill tinggi. Pemerintah pusat pun kini tengah memetakkan Negara-negara mana saja yang potensial sebagai Negara tujuan pengiriman PMI.
Demikian diungkapkan Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Cristina Aryani, saat berbicara dihadapan civitas dan mahasiswa Poltekpar Lombok, Selasa, 25 Maret 2025. Ia mengatakan peluang bekerja di luar negeri cukup besar. Di mana ada sekitar 1,7 juta lowong pekerjaan yang tersedia. Hanya saja, Indonesia sejauh ini baru bisa mengirim sekitar 297 ribu PMI.
“Nah, target kita tahun ini bisa mengirim 425 ribu PMI ke luar negeri,” terangnya. Tentunya melalui prosedur dan mekanisme pengiriman PMI resmi.
Dari sisi pemerintah sudah ada dua skema pengiriman PMI yang disiapkan. Yakni skema kerjasama pemerintah dengan pemerintah (G to G) serta pemerintah dengan private (G to P) dengan beberapa negara sebagai mitra. Diantaranya Jepang, Korea Selatan serta Jerman. “Di negara-negara ini PMI yang banyak dibutuhkan di sektor kesehatan dan manufatur,” ujarnya.
Di luar skema pemerintah tersebut ada juga skema private to private (P to P) yang melibatkan antar agensi. Kemudian skema penempatan PMI untuk kepentingan satu perusahaan yang sama serta skema perseorangan. Di mana untuk tiga skema tersebut pemerintah akan memperkuat proses pengawasannya. Untuk meminimalisir pengiriman PMI secara unprosedural.
Karena pemerintah ingin semua warga negara yang bekerja di luar negeri itu bisa benar-benar mendapat pengawalan. Baik itu sebelumnya pemberangkatan, selama berkerja hingga pulang kembali ke tanah air. “Kami itu punya dua misi. Menghapus kasus PMI bermasalah serta meningkatkan pengiriman PMI berkualitas,” imbuh Cristina.
Dalam hal ini tentu dukungan dari masyarakat sangat diharapkan. Terutama bagi masyarakat yang mau bekerja sebagai PMI di luar negeri. Dengan tetap mematuhi aturan dan prosedur pemberangkatan PMI yang berlaku. Tidak memaksakan diri berangkat menjadi PMI secara unprosedural. Karena itu sama saja dengan semakin menambah beban negara.
“Ketika negara berupaya melindungi warga negaranya di luar negeri namun warga negaranya sendiri yang justru tidak mau mendukung dengan tetap memaksa berangkat sebagai PMI secara unprosedural, inikan persoalan,” tanda mantan anggota DPR RI ini.
Ia menegaskan pemerintah tidak pernah melarang warga negaranya bekerja di luar negeri. Tetapi harus prosedural. Agar memudahkan negara nantinya ketika ada persoalan yang dihadapi warga negara tersebut ketika bekerja di luar negeri.
‘’Inilah pentingnya berangkat menjadi PMI secara prosedural. Supaya negara tahu ada warganya yang bekerja di luar negeri. Sehingga ketika nantinya PMI tersebut bermasalah di negara tempatnya bekerja, negara bisa ikut mengawal dan membantu. Karena itulah fungsi negara, melindungi warga negaranya dimanapun berada,” pungkasnya. (kir)