Mataram (Suara NTB) – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Enen, menyatakan bahwa kasus dugaan korupsi terkait kerja sama operasional (KSO) pemanfaatan aset Pemerintah Kabupaten Lombok Utara, berupa lahan seluas 8,4 hektare untuk pembangunan dan pengelolaan pusat perbelanjaan Lombok City Center (LCC), akan segera memasuki pelimpahan tahap dua.
“Kasus LCC akan segera memasuki pelimpahan tahap dua,” ujar Enen pada Jumat, 25 April 2025, menanggapi perkembangan kasus serupa terkait pengelolaan lahan untuk pembangunan gedung NTB Convention Center (NCC) yang telah terlebih dahulu masuk tahap dua pada Selasa, 21 April 2025.
Saat ini, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus LCC, yaitu mantan Direktur PT Tripat, Lalu Azril Sopandi; mantan Direktur PT Bliss Pembangunan Sejahtera, Isabel Tanihaha; dan mantan Bupati Lombok Barat, Zaini Arony. Enen menyebutkan bahwa berkas perkara ketiga tersangka tersebut akan segera lengkap atau P-21.
Penetapan Sopandi dan Isabel sebagai tersangka berkaitan dengan tindakan mereka yang mengagunkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) nomor 01 atas lahan seluas 4,8 hektare dari total aset penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Lombok Barat ke PT Tripat dalam proyek pembangunan KSO LCC dengan PT Bliss Pembangunan Sejahtera. Zaini Arony juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat dalam kerja sama kedua perusahaan tersebut dalam pembangunan LCC.
Hasil audit yang dilakukan oleh akuntan publik menunjukkan bahwa tindakan para tersangka menyebabkan kerugian negara mencapai Rp38 miliar.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi NTB pernah menangani kasus ini pada tahun 2020. Saat itu, Lalu Azril Sopandi, mantan Direktur PT Tripat, dan mantan Manajer Keuangan PT Tripat, Abdurrazak, ditetapkan sebagai tersangka dan diadili.
Sopandi dijatuhi hukuman lima tahun penjara serta denda sebesar Rp200 juta, dengan pidana kurungan tambahan empat bulan, dan diwajibkan mengganti kerugian negara sebesar Rp891 juta dengan ancaman hukuman tambahan dua tahun penjara. Sementara itu, Abdurrazak dihukum empat tahun penjara, denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan, dan harus membayar uang pengganti sebesar Rp235 juta dengan ancaman satu tahun penjara.
Putusan majelis hakim mencatat bahwa penyertaan modal dan pembangunan gedung pada tahun 2014 menjadi pertimbangan utama dalam perkara ini. Pada masa tersebut, PT Tripat menerima penyertaan modal berupa pengelolaan lahan strategis seluas 8,4 hektare di Desa Gerimak, Kecamatan Narmada. (mit)