spot_img
Rabu, Mei 14, 2025
spot_img
BerandaPOLHUKAMYUSTISIAhli: Kerusakan Shelter Tsunami di Lombok Ringan, Bertolak Belakang dengan Dakwaan KPK

Ahli: Kerusakan Shelter Tsunami di Lombok Ringan, Bertolak Belakang dengan Dakwaan KPK

Mataram (Suara NTB) – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan shelter tsunami di Kabupaten Lombok Utara kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Rabu, 30 April 2025. Dalam persidangan ini, tim kuasa hukum terdakwa Aprialely Nirmala menghadirkan saksi ahli Ir. Ar. Jimmy Siswanto Juwana dari Universitas Trisakti.

Dalam keterangannya, Jimmy menyebut kerusakan shelter akibat gempa 2018 hanya mencapai 4,26 persen dan tergolong ringan. Ia menilai bangunan masih layak digunakan karena tidak mengalami deformasi struktural maupun kegagalan konstruksi.

Penilaian ini bertentangan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut bangunan mengalami kegagalan total dan tidak dapat difungsikan, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp18,4 miliar.

Jimmy dihadirkan sebagai saksi berdasarkan keahliannya di bidang teknik bangunan dan kelayakan fungsi struktur. Berdasarkan informasi dari laman Universitas Trisakti, Jimmy merupakan dosen purna tugas Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) dengan pengalaman akademik dalam dan luar negeri. Ia merupakan lulusan FTSP Universitas Trisakti dan melanjutkan studi magister di bidang Desain Arsitektur di Pennsylvania State University, Amerika Serikat.

Selain Jimmy, dua saksi ahli lain juga dihadirkan untuk meringankan terdakwa. Mereka adalah Ir. Riad Horem, tenaga ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Suparjo dari Universitas Mataram.

Riad menegaskan bahwa perubahan desain teknis proyek adalah kewenangan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan tidak bertentangan dengan regulasi yang berlaku saat itu. Ia menyatakan tidak adanya tanda tangan dalam dokumen Detail Engineering Design (DED) tahun 2014 bukan pelanggaran, karena Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tidak secara eksplisit melarang perubahan dokumen tersebut.

“Perubahan dalam proyek merupakan hal yang wajar dilakukan PPK. Jika dibutuhkan koreksi, hal itu sah dilakukan,” ujar Riad di hadapan majelis hakim.

Ia menambahkan, PPK bertanggung jawab atas seluruh dokumen persyaratan lelang, termasuk Harga Perkiraan Sementara (HPS), DED, spesifikasi teknis, hingga jadwal pelaksanaan proyek. Sementara itu, terdakwa kedua dalam perkara ini, Agus Herijanto, belum menghadirkan saksi ahli dengan alasan kesibukan pihak yang direncanakan hadir. (mit)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO