RENCANA Pemerintah Kota untuk menaikkan tarif parkir menuai penolakan dari masyarakat. Berdasarkan hasil survei terbaru, lebih dari 50 persen warga menyatakan ketidaksiapan mereka terhadap kebijakan tersebut.
Wakil Ketua DPRD Kota Mataram, Hj. Istiningsih, S.Ag., mengimbau agar Pemkot tidak tergesa-gesa menaikkan tarif parkir tanpa pembenahan sistem terlebih dahulu. Isti menilai bahwa kebijakan itu belum tepat diterapkan karena berbagai persoalan teknis dan psikologis di lapangan belum ditangani secara memadai.
“Memang untuk saat ini belum saatnya kenaikan itu dilakukan, karena masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Salah satu kekhawatiran utama adalah tingginya potensi kebocoran pendapatan dari sektor parkir,” ujarnya kepada Suara NTB di Mataram kemarin.
Ia menambahkan bahwa banyak praktik parkir liar yang belum ditangani secara serius, sehingga apabila tarif parkir dinaikkan tanpa pengawasan yang ketat, justru akan memperluas ruang kebocoran dan merugikan masyarakat.
“Yang dirugikan siapa? Ya pasti masyarakat. Sekarang saja banyak juru parkir liar yang tidak jelas setoran dan tanggung jawabnya. Kalau dinaikkan, masyarakat jadi tambah terbebani tanpa ada jaminan perbaikan layanan,” lanjutnya.
Hasil survei yang dilakukan Dishub Kota Mataram menunjukkan mayoritas masyarakat merasa belum puas dengan pelayanan parkir yang ada saat ini. Mulai dari lokasi parkir yang tidak teratur, hingga juru parkir yang tidak menjalankan tugasnya dengan benar. Banyak warga mengeluh bahwa kendaraan mereka tidak dijaga dengan baik, dan juru parkir baru muncul saat kendaraan hendak dibawa pergi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pelayanan parkir masih jauh dari harapan publik. Oleh karena itu, menurut politisi PKS ini, Pemkot sebaiknya fokus terlebih dahulu pada pembenahan sistem dan infrastruktur parkir, sebelum menerapkan kenaikan tarif.
“Jangan hanya melihat nilai seribu rupiah per sekali parkir, tapi ini seribu yang berulang-ulang setiap hari. Dampaknya besar bagi masyarakat menengah ke bawah,” ujar Isti.
Anggota dewan dari daerah pemilihan Ampenan ini mengingatkan bahwa kebijakan publik seperti ini seharusnya berbasis pada kajian ilmiah dan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi sosial dan ekonomi warga. “Kalau targetnya menaikkan pendapatan daerah, tetapi tidak ada pembenahan di lapangan, maka itu hanya akan membuka celah baru bagi kebocoran dan ketidakpuasan publik,” tegas Isti.
Untuk itu, orang nomor dua di DPRD Kota Mataram ini meminta Pemkot agar menjadikan hasil survei tersebut sebagai bahan pertimbangan utama dalam mengambil keputusan. “Jika masyarakat belum siap, jangan dipaksakan. Lebih baik benahi dulu pelayanannya, baru bicara soal tarif,” pungkasnya. (fit)