Giri Menang (Suara NTB) – Penyegelan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Senteluk Kecamatan Batulayar Lombok Barat (Lobar) yang dilakukan Rabu, 7 Mei 2025 telah dibuka. Pembukaan segel dilakukan pada hari itu juga oleh pihak kecamatan bersama petugas. Kondisi TPST ini sendiri tidak maksimal beroperasi, karena sejumlah kendala.
Kendalanya, mulai dari anggaran operasional hingga mesin yang kondisinya “koma”, nyaris sulit bisa diperbaiki. “Kalau rusak bisa diperbaiki, tapi ini “Koma”,” seloroh salah satu warga, Fuad Abdul Rahman, kemarin.
Mantan Kepala Desa Senteluk ini menyampaikan persoalan dan keluhan di TPST itu hingga sempat dilakukan penyegelan. Disebutkan sejumlah persoalan, selain mesin yang rusak, tak pernah beroperasi maksimal, juga anggaran operasional, sehingga banyak petugas belum dibayar selama selama 4 bulan.
Ia pun mendorong agar Pemkab Lobar mengatensi. Pemda perlu segera mencarikan solusi mengingat ini TPST satu-satunya di Kecamatan Batulayar.
TPST ini mengelola sampah dari beberapa desa di wilayah setempat. Akibat tak maksimalnya TPST ini, sampah menumpuk.
Sementara itu, Camat Batulayar H. M. Subayin Fikri mengatakan bahwa penyegelan TPST sudah dibuka pada hari itu juga. “Sudah dibuka segelnya hari itu juga,”kata Subayin secara terpisah.
Namun pihaknya belum bertemu dengan pihak yang menyegel. Terkait kondisi TPST tersebut, pihak kecamatan sangat berharap bisa dimaksimalkan. Sebab kawasan itu merupakan kawasan pariwisata yang butuh TPST tersebut. Dirinya tidak ingin mengungkit yang lalu di mana sebenarnya lokasi TPST ini kurang pas.
Yang perlu dipikirkan dan upayakan, lanjut dia, keberadaan TPST ini dimaksimalkan ke depannya. Ia mengaku pernah turun ke TPST ini, dimana kepala UPT nya sebentar lagi pensiun. “Biaya operasionalnya tidak ada, bagaimana mau jalan alat-alat itu, padahal alat-alat itu bagus. Ini investasi, berapa miliar untuk bangun itu,” kata dia.
Ia tidak pada posisi menyalahkan dinas terkait. Namun kondisinya alat-alat itu tak beroperasi karena tidak ada anggaran untuk operasi, sehingga tidak bisa mengolah dan menampung sampah dari desa-desa sekitar.
Ia berharap agar TPST ini dimaksimalkan dengan peralatan yang rusak diperbaiki, SDM, sarana penunjang dilengkapi. “Seragam ndak punya, biaya operasional untuk beli bensin tidak ada,”tegas dia.
Ia pun pernah menyampaikan masukan ke Pemkab Lobar pada saat rapat di Bappeda. Ada rencana Pemkab Lobar tahun 2026, tidak boleh membuang sampah model TPA, harus diolah. Sehingga waktu itu dirinya menyampaikan perihal kondisi TPST yang tak maksimal beroperasi karena kendala anggaran. “Saya sampaikan semua di sana,” ujarnya.
Termasuk perihal akses jalan masuk ke TPST itu juga belum ditangani, sebab jalur yang sekarang melalui perkampungan yang rawan diprotes warga. (her)