Mataram (Suara NTB) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram tengah menyelidiki dugaan penjualan aset milik Pemerintah Daerah Lombok Barat berupa tanah kas desa (pecatu) yang diduga dijual oleh aparat Desa Bagik Polak, Kecamatan Labuapi.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Mataram, Mardiyono, Kamis, 15 Mei 2025, mengungkapkan bahwa kasus tersebut telah masuk tahap penyidikan. “Tahun ini kami sedang mematangkan satu perkara di Desa Bagik Polak. Tanah kas desa itu sudah diaudit, perhitungannya selesai. Saat ini tinggal menunggu hasil audit final,” jelasnya.
Tanah yang menjadi objek perkara seluas 36 are dan semula berstatus sebagai tanah pecatu milik Desa Karang Sembung. Namun, lahan tersebut berubah status menjadi milik pribadi dan dijual pada 2020 seharga Rp180 juta.
“Penyimpangannya jelas, tanah milik negara hilang. Modusnya klasik, ada gugatan, lalu berdamai, muncul putusan. Berdasarkan putusan itu, tanah dijual oleh pihak yang menang, padahal belum tentu dia pemilik sah,” terang Mardiyono.
Dari total nilai transaksi sebesar Rp360 juta, pembeli baru membayar setengahnya. Sisanya dijanjikan setelah tidak ada persoalan hukum. Namun karena kasus mencuat, pembayaran tidak dilanjutkan. Saat ini, tanah tersebut telah disita sebagai barang bukti.
Menurut Kejari, tanah pecatu tersebut berada di wilayah administratif Desa Bagik Polak, namun tercatat sebagai aset Desa Karang Sembung. “Lucunya, tanah itu bukan milik Desa Bagik Polak, tapi dijual oleh aparatnya,” ujarnya.
Persoalan muncul sejak program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2018, ketika tiba-tiba terbit sertifikat atas nama pribadi Kepala Desa Bagik Polak. Padahal, berdasarkan arsip warkah dan SK Bupati, lahan tersebut adalah milik Pemda Lombok Barat dan digunakan sebagai tanah pecatu oleh Desa Karang Sembung.
“Sertifikat itu sekarang atas nama pembeli terakhir. Sebelum dijual, itu tanah pecatu Karang Sembung. Tapi kemudian dialihkan oleh Kades Bagik Polak,” kata Mardiyono. Ia menambahkan, SK sertifikat sempat dibatalkan setelah diprotes warga, namun lahan tetap berpindah tangan.
Dalam kasus ini, satu orang telah ditetapkan sebagai calon tersangka. “Untuk sementara, calon tersangkanya satu orang, tapi tidak menutup kemungkinan bertambah. Indikasi kuatnya mengarah ke aparat desa,” jelasnya.
Kejari Mataram akan segera melimpahkan perkara ini ke pengadilan setelah hasil audit kerugian negara diterima. “Begitu audit keluar, kami akan segera limpahkan ke persidangan,” pungkas Mardiyono. (mit)