Mataram (Suara NTB) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram, membeberkan modus dugaan perbuatan pidana korupsi yang muncul dalam penyaluran bantuan sosial (Bansos) dari dana pokok pikiran (Pokir) DPRD Kota Mataram dengan nilai mencapai Rp6 miliar.
“Modusnya (diduga) banyak kelompok fiktif dan yang baru terbentuk. Ada juga (diduga) kelompok setelah dapat bantuan, tidak berusaha lagi. Ada juga (diduga) pemotongan penyaluran,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Mataram Mardiono di Mataram, Senin, 19 Mei 2025.
Berdasarkan kajian Kejaksaan, kata dia, modus tersebut bermuara pada pelaksanaan di Dinas Perdagangan Kota Mataram terkait dengan dugaan penyaluran tidak sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
“Salah satunya tidak dilakukan survei terlebih dahulu terhadap kelompok penerima bantuan,” ujarnya.
Dari hasil penelusuran Kejaksaan, nominal Bansos yang disalurkan kepada kelompok penerima cukup bervariasi, mulai dari Rp2,5 juta hingga Rp50 juta. ‘’Ada untuk kelompok, juga perorangan. Yang Rp50 juta justru ada yang terima dari perorangan,’’ ucap dia.
Dengan menemukan hasil tersebut, Mardiono melihat ada unsur pembiaran, atau tidak adanya bentuk pengawasan sehingga membuat unsur pelanggaran pidana dalam penyaluran bansos itu muncul.
“Pemberian Bansos terserah anggota Dewan, siapa yang mau dikasih. Permohonannya di Dewan. Dinas Perdagangan hanya menyalurkan,” ucap dia.
Lebih lanjut Mardiono menerangkan bahwa penanganan kasus ini sudah berjalan pada tahap penyidikan. Upaya penguatan alat bukti dari sisi kerugian negara menjadi catatan terakhir dalam perkembangan penyidikan. ‘’Kami gandeng BPKP, kami masih koordinasi,” katanya.
Koordinasi tersebut tidak dipungkiri Mardiono mengarah pada upaya penghitungan kerugian negara.
Sebelum masuk ke tahapan itu, Kejaksaan masih menunggu agenda ekspose perkara dengan pihak auditor, dalam hal ini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Meskipun belum mendapatkan hasil audit, Mardiono mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menemukan nilai potensi dari kerugian negara dengan nominal mencapai Rp5 miliar dari total anggaran penyaluran Rp6 miliar. (ant)