spot_img
Jumat, Juni 20, 2025
spot_img
BerandaNTBLOMBOK BARATMembedah Raperda RTRW Lobar, Diharapkan Beri Jaminan Bagi Investor, Draf RTRW Dinilai...

Membedah Raperda RTRW Lobar, Diharapkan Beri Jaminan Bagi Investor, Draf RTRW Dinilai Belum Sesuai Fakta Lapangan

Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah Lombok Barat nomor 11 periode 2011-2031 direvisi. Saat ini telah masuk pada tahapan Rapat Paripurna penjelasan Kepala Daerah dan laporan Bapemperda terhadap Raperda RTRW. Sebelumnya dilakukan pembahasan klinis dan teknis melibatkan Pemkab, DPRD, kalangan terkait dan dilakukan sosialisasi Rakerda tersebut. Apa saja muatan kebijakan dalam Raperda RTRW 2025-2045 ini?

RAPERDA RTRW ini merupakan usulan dari Pemkab Lobar. Mengingat berdasarkan hasil evaluasi terdapat deviasi atau tingkat pelanggaran RTRW diduga di atas ambang. Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Lobar, Ir. H. M. Jumahir mengatakan Raperda ini ditunggu-tunggu oleh multi pihak, karena menjadi rujukan kepala daerah untuk membuat kebijakan. Bagi OPD, untuk lebih memfokuskan programnya.

“Kemudian menjadi kepastian hukum atau jaminan atas invtestasi para investor di Lobar baik yang berasal dari dalam maupun luar daerah,” kata Jumahir, Selasa, 20 Mei 2025.

Secara umum materi muatan yang dicover dalam Raperda ini, sesuai mandatori pusat, Pemkab Lobar harus mengamankan LSD (lahan sawah dilindungi), sebagai zonasi untuk ketahanan pangan.

Dari 17 ribu hektare lebih lahan baku, 12 ribu hektare lebih diamankan untuk LSD. Konsekuensi dari LSD ini tentu ada kebijakan Pemkab untuk memberikan kompensasi kepada warga atau petani yang masuk LSD. Selain itu yang dimuat dalam RTRW ini, menjamin keamanan dan keberlanjutan sumber mata air yang menyuplai daerah Lobar sendiri ataupun Mataram, sehingga harus ada zona yang harus dilindungi untuk keberlanjutan. Kendati ada alternatif Bendungan Meninting.

Berikutnya di RTRW ini diatur zonasi kawasan perumahan. Sebab Lobar diatensi oleh KPK dan Kementerian Perumahan Rakyat. “Jangan kita terlalu cepat berikan rekomendasi sehingga alih fungsi itu tiap tahun tinggi, ini ke depan jadi pengendali dengan adanya RTRW,” tegasnya.

RTRW ini juga mengatur, zonasi kawasan pariwisata. Karena PAD hampir 60 persen dari sektor pariwisata, sehingga zonasi ini perlu disiapkan bagi investor terutama di wilayah Sekotong.

Adanya RTRW ini, lanjut dia, akan ada pemilahan atau pembagian tanggung jawab pusat, provinsi, dan kabupaten hingga desa. Agar tidak terjadi dobel anggaran dan pembagian kewenangan. Soal masukan terkait hiburan ilegal seperti di Suranadi, apakah diakomodir pada RTRW? Menurutnya pada RTRW ini zonasi global dan nanti didetailkan pada RDTR.

Namun untuk kawasan Narmada, Lingsar dan sekitarnya sesuai pembahasan dengan pansus sudah disepakati arah pengembangan masuk daerah budaya, karena di sana banyak situs budaya, lebih-lebih cagar budaya yang harus dilindungi.

Sementara itu, rancangan RTRW yang disusun Pemkab Lobar mendapatkan masukan dan kritikan dari sejumlah kalangan. Pasalnya, draf RTRW tersebut dinilai tak sesuai dengan kondisi lapangan. Di beberapa tempat diduga masih terjadi pelanggaran RTRW. Selain itu, dalam penyusunan draf RTRW ini minim menyerap aspirasi publik dalam hal ini Pemdes.

Perwakilan LSM Lobar Zulfan Hadi menegaskan, dalam draf RTRW itu menjelaskan Narmada diplot menjadi kawasan wisata budaya. Namun fakta di lapangan masih marak hiburan ilegal yang tak sesuai dengan RTRW tersebut. “Itu tidak selaras dengan fakta di lapangan, karena di lapangan wilayah Narmada khusus nya di Desa Suranadi dibiarkan menjamur kafe ilegal,” kata Ketua Kasta NTB DPD Lobar ini.

Tidak saja menyalahi aturan RTRW, namun juga menimbulkan persoalan sosial di tengah masyarakat. Seperti temuan bahwa ditemukan kasus kesehatan dan gangguannya keamanan meningkat. Karena itu, kalau daerah itu dijadikan wisata budaya, maka usaha ilegal itu tidak dibiarkan terjadi. Kendati sudah ada upaya-upaya penindakan dari Pemda, namun tidak masif. Ini juga dampak dari wilayah hukum daerah tersebut. Di sinilah pentingnya aparat juga mendukung Pemkab Lobar.

Selain itu, ada beberapa catatan yang perlu menjadi atensi dalam draft RTRW ini. Di antaranya terkait keberadaan ibu kota kabupaten yang belum mendapatkan perhatian serius dari Pemkab Lobar. Kemudian isu soal perlindungan lingkungan hidup, terutama kawasan mata air. Pemkab harus memiliki komitmen dan program perlindungan untuk menjaga kelestarian mata air Ke depan. “Juga soal ketegasan Pemda terhadap penetapan tata ruang ini adalah bagian yang paling penting, artinya harus ada sanksi yang jelas dan tegas saat ada pelanggaran tata ruang, jangan sampai seperti sekarang ini,” tegasnya.

Isu lain yang kerap mencuat terkait penetapan wilayah hukum beberapa kecamatan di Lobar. Pasalnya ini juga berpengaruh terhadap penindakan pelanggaran Perda.

Sementara itu, Kades Kediri Selatan Edi Erwinsyah mengaku Pemkab harus membuka ruang terhadap  aspirasi dan masukan, sehingga output pada saat konsultasi publik draf RTRW itu tidak tercapai. Sebab dalam pembentukan RTRW ini Pemkab harus mendapatkan masukan kritikan dan saran seluas-luasnya.

Pemerintah perlu memahami kebutuhan, harapan, dan aspirasi masyarakat yang akan terkena dampak langsung dari perencanaan tata ruang. Membangun transparansi dan akuntabilitan dengan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan, pemerintah dapat membangun kepercayaan, memperlihatkan keterbukaan, dan menghindari konflik di masa depan.

Lebih-lebih soal perlunya mengidentifikasi potensi konflik dan nasalah antar berbagai kepentingan, seperti konservasi lingkungan, kebutuhan ekonomi, dan kebutuhan sosial. Disamping tujuan yang lainnya.

“Pemkab harus memastikan bahwa RTRW yang disusun sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat, berkelanjutan, dan memiliki dukungan dari berbagai pihak terkait,” tegasnya.

Menurutnya, masukan dari desa sangat penting karena RTRW ini juga untuk pembangunan Lobar 20 tahun ke depan.  (her)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -










VIDEO