Selong (Suara NTB) – Kabupaten Lombok Timur (Lotim) menegaskan komitmennya untuk meningkatkan kesetaraan gender melalui perencanaan dan penganggaran yang responsif gender. Sekretaris Daerah Kabupaten Lotim, HM. Juaini Taofik, menyatakan bahwa keterlibatan laki-laki dalam isu gender kini menjadi kunci utama.
“Dulu pembahasan gender lebih banyak melibatkan perempuan. Sekarang, laki-laki juga harus responsif, misalnya dalam penggunaan alat kontrasepsi permanen,” tegas Juaini menjawab media usai pertemuan membahas program inklusi gender di kantor Bupati Lotim, Senin, 26 Mei 2025.
Pemerintah Lotim menekankan bahwa partisipasi laki-laki tidak hanya penting dalam kontrasepsi, tetapi juga dalam menekan angka kematian ibu (AKI) dan anak (AKB). Juaini menambahkan, “Sulit menekan AKI dan AKB hanya dengan mengandalkan layanan kesehatan pemerintah. Dibutuhkan kolaborasi, termasuk edukasi kepada laki-laki tentang tanggung jawab reproduksi.” Hal ini sejalan dengan riset Kementerian PPPA yang menyebut bahwa keterlibatan suami dalam kesehatan ibu dapat mengurangi risiko kematian melahirkan .
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lotim, H. Ahmat, mengungkapkan bahwa sejak 2024, laki-laki telah dilibatkan dalam penyusunan anggaran berperspektif gender. “Indeks pemberdayaan gender Lotim kini mencapai 92%, di atas rata-rata provinsi,” ujarnya. Namun, tantangan seperti kekerasan seksual dan perkawinan anak masih menjadi perhatian serius.
Salah satu wujud konkret keterlibatan laki-laki adalah penggunaan alat kontrasepsi permanen, seperti vasektomi. Data menunjukkan bahwa 96 persen kontrasepsi di Indonesia masih digunakan perempuan, padahal partisipasi suami dalam diskusi KB dapat meringankan beban istri . Ahmat menekankan, “Kami mendorong laki-laki untuk aktif memilih metode kontrasepsi, termasuk vasektomi, sebagai bentuk kesetaraan.”
Meski demikian, budaya patriarki masih menjadi penghambat. Studi Bincang Perempuan (2025) mengungkap bahwa kontrasepsi hormonal pada perempuan kerap menimbulkan efek samping fisik dan mental, sementara opsi untuk pria minim risikonya . Oleh karena itu, sosialisasi tentang kontrasepsi pria, seperti kondom dan vasektomi, terus digencarkan.
Kasus pernikahan anak di Lotim menjadi sorotan setelah insiden viral di Lombok Tengah (Loteng), di mana pasangan remaja SMP dan SMK dinikahkan secara adat. “Apa yang terjadi di Loteng harus jadi pelajaran. Kami tak ingin ini terulang di Lotim.” tegasnya.
Berdasarkan data DP3AKB Lotim, kasus pernikahan anak turun dari 40 (2024) menjadi 28 (2025). Penurunan ini didukung oleh sosialisasi dampak negatif pernikahan dini, seperti stunting, risiko kematian ibu, dan kemiskinan . Ahmat menambahkan, “Masyarakat mulai sadar, tapi kami butuh dukungan anggaran dan regulasi yang lebih kuat.” ucapnya.
Pemerintah mengakui bahwa transformasi sosial tak bisa dicapai tanpa kesadaran masyarakat. “Regulasi sudah ada, tetapi tanpa kesadaran, kasus akan terus berulang,” kata Juaini. Upaya seperti rutin turun ke lapangan dan melibatkan tokoh adat/agama menjadi strategi utama .
Ahmat juga menyoroti pentingnya alokasi anggaran responsif gender. “Pembangunan harus terukur. Prioritas kami adalah memperkuat program pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual,” jelasnya.
Lotim patut berbangga dengan indeks pemberdayaan gender yang tinggi. Namun, perjalanan masih panjang. Juaini berpesan, “Komitmen Pemda harus diikuti dukungan masyarakat. Kami tak bisa bekerja sendiri.”
Dengan integrasi program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA), diharapkan partisipasi laki-laki semakin meningkat. (rus)