Giri Menang (Suara NTB) – Dari data sementara yang dihimpun Pemkab Lombok Barat (Lobar) melalui kecamatan terdapat 109 kafe ilegal yang beroperasi di sejumlah wilayah. Bahkan dalam aktivitasnya, tidak saja melanggar Perda menjual Minuman Keras (Miras). Kafe-kafe ini juga diduga mempekerjakan anak di bawah umur. Hal ini pun menjadi atensi Wakil Bupati (Wabup) Hj. Nurul Adha.
Dikonfirmasi di ruang kerjanya, Senin, 2 Juni 2025, Wabup Lobar ini menegaskan setelah tindakan penutupan 12 kafe ilegal di Kuripan, Pihaknya pun memanggil para camat di antaranya Kediri, Narmada, Lingsar, Labuapi, Gunungsari, dan Kuripan terkait persoalan yang sama. “Kalau di Kuripan sudah ditutup semua, jumlahnya 12 kafe, selain kafe ada juga kos-kosan, di sana”sebut Wabup.
Kafe-kafe ilegal ini ada indikasi menjual miras dan kos-kosannya diduga terselubung. Termasuk memperkerjakan anak. Atas dasar itu dan didukung hasil musyawarah desa khusus melibatkan segenap unsur, sehingga diambil kesepakatan kafe ditutup total. Tak sampai di situ ia pun menggali di semua kecamatan, ternyata kafe ilegal ini masih beroperasi dan jumlahnya banyak tersebar di sejumlah kecamatan.
Ia menyebut, seperti di Narmada ada sekitar 40 an kafe an semuanya ilegal. Di Gunungsari hanya satu yang ada izin dari 40 kafe, selebihnya ilegal. Kemudian di Lingsar ada 14 kafe ilegal. Dari hasil pendalaman persoalan kafe ilegal ini, salah satu pemicunya karena minimnya Pemkab Lobar mensosialisasikan Perda-perda. ‘’Misalnya, Perda Pengawasan Peredaran Minuman Beralkohol,’’ ujarnya.
Dalam perda itu, tempat yang boleh menjual miras itu hanya lokasi wisata seperti Sekotong dan Batulayar. Itupun dilokalisir lagi, di tempat hotel berbintang di mana pajaknya dimahalkan untuk mengurangi peredarannya. Kafe ini tidak saja menjual miras tradisional, namun juga bermerk, sehingga langkah bijak yang ditempuh dilakukan dulu upaya sosialisasi dan edukasi kepada para pemilik usaha.
Ia pun telah meminta Kabag Hukum Setda Lobar membuat konsep edaran tentang aturan kewajiban bagi tempat usaha memiliki izin.
Mereka juga harus mengurus izinnya. Kalau sudah ada izin, lalu apakah sesuai dengan RTRW. Kalau sesuai, maka boleh ada izinnya. Namun kalau usahanya, di luar izin itu maka terjadi pelanggaran. “Kalau warung yang jual makanan, kalau ada miras berarti terjadi pelanggaran dan itu areal tidak boleh. Itulah yang ingin kami sosialisasikan Perdanya, pasal berapa, ayat berapa pelanggarannya supaya jelas ini disosialisasikan, saya minta para camat,” tegasnya.
Termasuk pengusaha harus memiliki NPWPD, sehingga pajaknya jelas masuk ke daerah. Selama ini ketidakpastian dan ketidaktahuan soal aturan ini yang menyebabkan kafe ilegal menjamur, sehingga hal ini yang disikapi agar jelas terang benderang. Kalau sudah dilakukan langkah-langkah ini, barulah Pemkab menyikapi dengan upaya penertiban.
Terkait pelanggaran berat mempekerjakan anak, Pemkab akan ada langkah tegas. Karena hampir sama saja di kafe ada mempekerjakan anak perempuan umurnya di bawah 15 tahun. Ada juga perempuan yang mungkin tidak punya pekerjaan lalu terseret ke persoalan ini. Penanganannya nanti berbeda, melibatkan pihak terkait. “Ini kami pilah-pilah,”imbuhnya.
Langkah antisipasi dampak penutupan kafe-kafe ini pun telah dipikirkan Pemkab, melalui OPD terkait untuk pembinaan usaha lainnya. Pihaknya mendalami persoalan ini agar solusinya tepat dan cepat. Misalnya mengolah tuak manis dan pengolahan lainnya.
Sementara itu Camat Narmada Sumasno, menerangkan jumlah kafe atau warung kopi di wilayahnya sebanyak 38, homestay 26, dan hotel 3 serta 1 hotel di dalam Taman Suranadi. “Banyak belum berizin,” ungkapnya.
Diakuinya, ada beberapa berizin namun menyalahi izin karena menjual Miras. Sesuai arahan Wabup, dibuatkan semacam pointer imbauan untuk disosialisasikan kepada pemilik usaha. “Itu nanti kami sosialisasikan,” imbuhnya.
Setelah ada bahan sosialisasi itu barulah ia turun ke pemilik kafe dan memberikan kesempatan mengurus izin.
Kafe menurut aturan UU Nomor 20 tahun 2008 adalah bagian dari UMKM. Kafe itu boleh mengajukan izin, yang tidak boleh adalah menjual miras.
Sementara itu, Plt Camat Gunungsari Musanif menyebut sesuai datanya, jumlah kafe di wilayahnya sebanyak 39 unit. 39 kafe ini tersebar di sejumlah desa, terbanyak di Lilir Desa Mekar Sari dan Mambalan. Ada juga di Desa Jeringo dan Gunungsari. “Kayaknya semuanya tidak berizin,” ungkapnya.
Sesuai arahan Wabup, pihaknya perlu menunggu edaran untuk disosialisasikan kepada pemilik kafe. Diakui cafe ki wilayahnya, sudah ditutup. Namun menjamur lagi. Di satu sisi, kecamatan tidak ada kewenangan menindak. Kecamatan sifatnya berkoordinasi dan melaporkan.
Sementara itu Camat Kediri, H Iswarta Mahmuludin menyebut jumlah kafe di wilayahnya ada 3. “Sebenarnya awalnya 4, cuma satu sudah ndak ada. Satu lagi ya antara hidup mati, dua yang aktif,” sebutnya.
Terkait langkah tindaklanjut dari kecamatan, pihaknya sudah turun pendekatan dari awal dulu. Termasuk malam Minggu lalu pihaknya turun ke lokasi untuk mengimbau dan mengingatkan bahwa dalam waktu dekat akan dilakukan penertiban. Karena ini usaha yang dilakukan menurut aturan ilegal. (her)