Selong (Suara NTB) – Rilis Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dalam angka mengklasifikasi data sebelumnya. Sebelumnya dinyatakan naik 5 persen dari 27 persen menjadi 33 persen dibantah dengan data terbaru yang menegaskan sebenarnya prevalensi data stunting Lotim menurun 2,7 persen.
“Ternyata yang benar itu, prevalensi stunting kita menurun dari 27,08 persen menjadi 25,1 persen atau turun 2,7 persen,” tegas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lotim, H. Ahmat mengkonfirmasi kembali data yang diberitakan sebelumnya.
H. Ahmat menegaskan, berdasarkan data tersebut terbukti upaya yang sudah dilakukan Pemkab Lotim melalui berbagai program penanganan telah bisa menekan kasus stunting. Diklaim juga, DP3AKB telah berhasil menekan jumlah Keluarga Risiko Stunting (KRS) dari 97 ribu menjadi 73 ribu.
H. Ahmat meyakinkan, penurunan angka stunting itu bukan karena program penanganan yang telah dilakukan. Berbagai inovasi dan terobosan kreatif telah dilakukan untuk menekan kemunculan baru kasus stunting. Mulai dari orang tua teladan, orang tua asuh atasi stunting, dapur sehat atasi stunting dan program lainnya.
Dari program yang dihadirkan tersebut sudah sangat optimis kasus stunting Lotim ini menurun. Program yang digalakkan oleh Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) telah berjalan dan tepat sasaran, di tambah lagi dengan program makan bergizi gratis (MBG) bagi ibu hamil.
Upaya menekan kasus stunting itu tetap akan digelar dengan menghadirkan program penanganan yang lebih baik. Akan coba diaktifkan kembali kelompok kerja yang sudah terbentuk sampai ketingkat desa.
Diakui, tahun 2024 lalu sempat ditarget penurunan prevalensi stunting 14 persen. Namun dievaluasi, sehingga tahun 2025 ini dinaikkan targetnya menjadi persen. Hadapannya, target ini bisa diwujudkan dengan berbagai setuhan program yang telah disiapkan. “DAri sisi program, kita sudah on the track,” klaimnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lotim, Dr. H. Pathurrahman sebelumnya mengatakan masih tingginya angka stunting ini supaya lebih bersemangat. Bisa intervensi lebih konvergensif.
“Intervensinya kan dua, nutrisi sensitif dan nutrisi spesifik yang diarahkan. Arahkan cari penyebab stunting,” tegasnya.
Ditegaskan Pathurrahman, stunting adalah berat badan anak tidak sesuai umur akibat kekurangan asupan gizi atau karena penyakit.
Dalam konvergensi penanganan asupan gizi untuk penanganan stunting ini membutuhkan multipihak. Banyak kelompok masyarakat yang harus kerjasama. Begitu juga intervensi sensitif kurangi kejadian penyakit. Banyak stakeholder harus bersama sama.
Kenaikan ini harus lebih ekstra. Lotim sudah bagus pengendalian stunting. Hal itu katanya tak cukup. “Maknai kenaikan ini supaya lebih konvergensi penanganan intervensi spesifik dan non sensitif di luar kesehatan,” imbuhnya. (rus)