Mataram (Suara NTB) – Anggota Komisi V DPR RI, H. Abdul Hadi, mendesak pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) menyusul insiden meninggalnya wisatawan asal Brasil, Juliana Marins. Korban dilaporkan jatuh ke jurang sedalam 600 meter di lereng Rinjani dan baru berhasil dievakuasi tiga hari setelah sinyal pertamanya dikirimkan.
“Publik berhak mempertanyakan lambatnya proses evakuasi. Bagaimana mungkin korban yang sempat memberi sinyal dalam kondisi kritis baru bisa dijangkau setelah tiga hari? Ini harus menjadi pembelajaran serius,” kata Abdul Hadi di Mataram, baru-baru ini.
Politisi PKS asal Dapil NTB 2 Pulau Lombok itu mengapresiasi kerja keras Basarnas dan tim SAR yang menghadapi medan ekstrem, cuaca berkabut, dan posisi korban yang sulit dijangkau. Namun, ia menegaskan bahwa penanganan insiden seperti ini harus lebih cepat dan terukur ke depannya.
“Sudah saatnya kita mengevaluasi dan memperbarui SOP evakuasi di kawasan pegunungan dan taman nasional. Latihan rutin dan pelibatan komunitas lokal harus ditingkatkan agar respons lebih sigap,” ujarnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Infrastruktur dan Pembangunan DPR RI itu juga mendorong pemerintah untuk memperkuat kapasitas dan teknologi SAR, seperti pengadaan drone pencari panas dan drone logistik berat.
“Seluruh pendaki, terutama wisatawan mancanegara, juga perlu diwajibkan membawa pelacak GPS atau emergency beacon. Hal ini penting untuk mempercepat proses pencarian dan evakuasi jika terjadi keadaan darurat,” tambahnya.
Abdul Hadi turut mengusulkan pembentukan pusat komando terpadu dalam penanganan situasi darurat di kawasan TNGR, yang melibatkan Basarnas, Taman Nasional, TNI, Polri, BPBD, serta komunitas lokal, guna memastikan koordinasi yang efektif berbasis data real-time.
“Kejadian ini harus menjadi momentum pembenahan total. Selain untuk mencegah tragedi serupa, ini juga demi menciptakan rasa aman bagi wisatawan yang datang ke Rinjani,” pungkasnya. (ndi)