Mataram (Suara NTB) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB saat ini sedang menangani 17 kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor). Dari 17 kasus tersebut, 12 kasus diantaranya masih di tahap penyelidikan dan lima kasus lainnya telah masuk ke tahap penyidikan.
Demikian diungkapkan, Kepala Kejati (Kajati) NTB Wahyudi, Minggu, 28 September 2025 kemarin. Wahyudi menjelaskan, seluruh kasus pidana khusus yang ditangani pihaknya kini masih terus berproses.“Terkait perkara-perkara (Pidsus) yang kami tangani tetap berlanjut (semua),” tegas Wahyudi.
Kajati mengatakan, berlanjutnya pengusutan kasus-kasus dugaan Tipikor ini, berarti ada penambahan pemeriksaan saksi-saksi juga penambahan alat bukti yang dikantongi jaksa. Dia menyebutkan, Kejati NTB memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku terhadap penanganan kasus-kasus tersebut.
‘’Kalau memang kasus yang berada di tahap penyelidikan kami temukan alat bukti yang mengarah terhadap adanya perbuatan melawan hukum (PMH). Maka kami tindaklanjuti,’’ tegasnya. Baik kasus yang masih di tahap penyelidikan maupun penyidikan kata dia, terus berproses ke tahap selanjutnya.
Lima Kasus Naik Penyidikan di Kejati NTB
Dari 17 kasus dugaan Tipikor, lima kasus yang sudah naik ke tahap penyidikan adalah, kasus dugaan dana “siluman” Pokir DPRD NTB. Kasus dugaan korupsi dana “siluman” pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD NTB 2025 kini telah resmi masuk tahap penyidikan. Naiknya kasus ini ke tahap penyidikan setelah penyidik menemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum (PMH).
Meskipun telah naik penyidikan, Wahyudi pada Kamis (25/9/2025) menyebutkan belum ada penetapan tersangka. Siapa dan apa saja peran tersangka kini masih didalami penyidik pidana khusus. “Belum ada tersangka, masih kami dalami,” ucapnya.
Saat ini Kejati NTB juga telah memeriksa sejumlah saksi dan menyita uang yang diduga dana “siluman’’ sebesar Rp1,85 miliar dari sejumlah anggota dewan.
Di tahap penyidikan, jaksa telah mengagendakan memeriksa sejumlah saksi. Penyidik kemungkinan akan memeriksa Pejabat Pemprov NTB di luar Kepala BPKAD NTB, Dr.H.Nursalim.
Kasus Eks Lahan GTI
Kasus selanjutnya yang telah naik penyidikan adalah kasus dugaan korupsi penyalahgunaan aset milik Pemprov NTB berupa lahan seluas 65 hektare bekas pengelolaan PT Gili Trawangan Indah (GTI) di Gili Trawangan, Lombok Utara. Penyidik kini telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini pada Senin, 14 Juli 2025. Mereka adalah IA dan AA dari pihak swasta, serta MK yang merupakan Kepala UPTD Gili Tramena Dinas Pariwisata NTB.
Meskipun telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, Kejati NTB kini masih melakukan perhitungan kerugian negara. Setelah angka kerugian negara ada, Kejati NTB akan melakukan gelar untuk menentukan langkah selanjutnya dalam penanganan perkara ini.
Dua Kasus Dugaan Korupsi di PT GNE
Dalam kasus ini, ada dua dugaan korupsi di tahap penyidikan Kejati NTB yang melibatkan PT GNE. Dugaan korupsi dalam kegiatan PT GNE yang pertama berkaitan dengan penyertaan modal pemerintah dari 2019 sampai dengan 2024 senilai Rp27 miliar. Indikasi kerugian negara dalam kasus ini telah ditemukan. Namun, pihaknya masih melakukan pemeriksaan ahli untuk perhitungan kerugian negara tersebut.
Selain kasus peminjaman modal, Kejati NTB juga mengusut kasus dugaan korupsi penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di tiga gili (Gili, Meno, dan Air) yang dikelola oleh BAL GNE dan PT Berkah Air Laut (BAL).
Dalam kasus ini, penyidik telah menggeledah Kantor PT GNE dan Kantor Biro Perekonomian Setda NTB beberapa waktu lalu. Dalam perkara ini, Kejaksaan telah memeriksa 23 orang saksi. Puluhan saksi itu berasal dari pihak Pemprov NTB, Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Utara, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Amerta Dayan Gunung KLU, dan Direktur PT BAL, William John Matheson.
Baik penanganan peminjaman modal dan penyelenggaraan SPAM, Kejati NTB sama-sama belum menetapkan tersangka.
Kasus Lahan MXGP Samota Sumbawa
Dalam penanganan kasus ini, Kejati NTB terakhir kali terpantau meminta keterangan mantan Bupati Lombok Timur M. Ali Bin Dachlan sebagai pemilik lahan 70 hektare yang dibeli Pemerintah Kabupaten Sumbawa.
Kejaksaan juga tercatat pernah meminta keterangan terhadap Muhammad Jalaluddin, pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan lahan pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Sumbawa, serta Agusfian, Kepala Bidang Bina Marga pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumbawa.
Pemeriksaan sejumlah pejabat daerah tersebut berlangsung di Kantor Kejari Sumbawa di akhir September 2024. Saat ini Kejati NTB masih berkoordinasi dengan BPKP NTB untuk audit perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN) kasus ini.
Adapun 12 kasus yang masih dalam tahap penyelidikan Kejati NTB adalah:
Kasus DAK Dikbus NTB 2023
Kasus DAK Dikbud NTB 2024
Kasus Smart Class Dikbud NTB 2025
Kasus Dana Covid-19 RSUD Dompu
Kasus Pembangunan Gedung DPRD Lombok Utara
Kasus Tambang Sekotong
Kasus Event Lombok-Sumbawa Motocross
Kasus Pupuk Sumbawa
Kasus Kandang Ayam Disnakkeswan NTB
Kasus PT TCN Lombok Utara
Kasus Proyek GOR Bima
Pengembangan Kasus NCC. (mit)

