spot_img
Sabtu, November 15, 2025
spot_img
BerandaBREAKING NEWSDTU NTB 2026 Turun Rp900 Miliar, Pemprov Terancam Gagal Capai Tripel Agenda

DTU NTB 2026 Turun Rp900 Miliar, Pemprov Terancam Gagal Capai Tripel Agenda

Mataram (suarantb.com) – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB menilai penurunan Dana Transfer Umum (DTU) ke Provinsi NTB untuk tahun anggaran 2026 akan memberikan tekanan serius terhadap kapasitas fiskal daerah. Hal ini dinilai berpotensi menggagalkan pencapaian tripel agenda pembangunan Pemprov NTB.

Tripel agenda tersebut yaitu pengentasan kemiskinan, penguatan ketahanan pangan melalui pembangunan ekosistem industri pertanian, dan menjadikan NTB menjadi destinasi kelas dunia. Direktur Fitra NTB, Ramli Ernanda, mengungkapkan, total DTU untuk NTB pada 2026 ditetapkan sebesar Rp1,69 triliun, turun tajam sekitar Rp900 miliar atau 34,7 persen dibandingkan alokasi tahun ini yang mencapai Rp2,59 triliun.

“Penurunan ini bukan hanya soal angka. Tapi berdampak langsung terhadap kemampuan daerah menjaga keseimbangan fiskal dan menjalankan fungsi pelayanan publik,” kata Ramli Ernanda kepada Suara NTB, Jumat (10/10/2025).

Fitra mencatat, Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam menjadi komponen yang paling tertekan dengan penurunan hingga 88 persen, dari Rp476 miliar menjadi hanya Rp54,9 miliar. Ramli menilai kebijakan ini tidak adil bagi daerah penghasil karena melanggar prinsip by origin yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.

“Daerah penghasil seharusnya mendapat kompensasi yang proporsional atas eksploitasi sumber daya alam di wilayahnya. Pemangkasan ini justru menunjukkan ketimpangan dalam pembagian hasil,” ujarnya.

Selain DBH SDA, DBH Pajak juga mengalami penurunan signifikan, yakni sekitar 58 persen menjadi Rp123,99 miliar. Dana Alokasi Umum (DAU) turun Rp310,7 miliar atau sekitar 17 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Meski demikian, skema penggajian PPPK tidak lagi ditentukan sepenuhnya dari DAU, yang menurut FITRA memberi ruang bagi daerah untuk menata ulang sumber pendanaannya.

Penurunan DTU NTB akan Berikan Tekanan Besar terhadap Fiskal Daerah

Ramli menegaskan, kontribusi DTU terhadap APBD NTB selama lima tahun terakhir rata-rata mencapai 36 persen dari total belanja daerah. Karena itu, penurunan DTU akan memberikan tekanan besar terhadap fiskal daerah. Serta mengurangi ruang diskresi pemerintah provinsi dalam membiayai program prioritas, terutama terkait infrastruktur, layanan sosial dasar, dan penurunan kemiskinan.

“Kondisi ini bisa menghambat capaian tripel agenda Pemprov NTB yang telah dicanangkan,” ujarnya.

Fitra menilai, pemangkasan dana transfer yang signifikan ini berpotensi mengganggu prinsip money follows function dalam desentralisasi fiskal. Ketidakseimbangan antara tanggung jawab belanja dan kapasitas pendanaan dapat mendorong daerah melakukan langkah-langkah ekstrem. Langkah itu seperti peningkatan pajak daerah, pemberian izin tambang berlebihan, hingga eksploitasi ruang hidup masyarakat lokal.

Sebagai langkah antisipasi, Fitra NTB merekomendasikan agar pemerintah daerah bersama masyarakat sipil melakukan langkah hukum, termasuk opsi judicial review terhadap UU APBN 2026. Selain itu, Fitra mendorong efisiensi belanja non-prioritas, khususnya pos-pos penunjang birokrasi yang meningkat sekitar 10 persen setiap tahun.

“Pemerintah daerah juga perlu melakukan optimalisasi PAD secara berkeadilan tanpa membebani masyarakat miskin atau menciptakan distorsi ekonomi lokal,” tutup Ramli.

Tidak Mampu Tutupi Pengurangan Dana Transfer ke Daerah

Sementara itu, Plt. Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bappenda) NTB, Drs.H.Fathurrahman, M.Si., mengatakan, Pemprov NTB tidak akan mampu menutupi pengurangan dana transfer ke daerah yang merosot hampir Rp1 triliun. Pemprov NTB tidak mampu menarik PAD dari pajak dan retribusi sesuai dengan pengurangan transfer oleh pusat.

“Saya rasa itu sulit. Karena itu bermain di triliunan,” ujarnya, Selasa, 7 Oktober 2025.

Alokasi dana transfer ke daerah NTB berkurang hampir Rp1 triliun. Pengurangan terjadi disebabkan oleh berkurangnya Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Pengurangan juga terjadi pada Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik yang sampai saat ini nilainya masih nol.

Fathurrahman menjelaskan, dana transfer untuk NTB yang semula di tahun 2025 Rp3,4 triliun sesuai penyesuaian di RAPBD Perubahan, berubah menjadi Rp2,4 triliun. “Termasuk yang paling besar DBH kita, juga DAU kemudian DAK Fisik. Kecuali DAK non-fisik yang meningkat karena lebih kepada program prioritas dan sebagainya,” katanya.

Menurutnya, Pemprov NTB masih bisa melakukan lobi ke pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Lobi itu untuk menambah alokasi dana transfer ke daerah. Apalagi, NTB sebagai provinsi yang masih bergantung pada dana transfer. 

Gubernur NTB, lanjutnya, akan berkoordinasi dengan Gubernur se-Indonesia untuk melobi Kemenkeu meminta kelonggaran terhadap transfer ini. (ris/era)

IKLAN







RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO