Oleh: Mohammad Azhar
Mengapa Jawa Timur merupakan mitra strategis yang tepat untuk memaksimalkan strategi pengentasan kemiskinan di NTB?
Pertanyaan itu terjawab dalam forum Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Kerja Sama NTB dan Jawa Timur, di Surabaya, Selasa, 2 Juli 2024.
Saat ini, NTB memang punya pekerjaan rumah untuk memacu pengentasan kemiskinan, dan mendorong kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Khususnya, sebagai bagian dari Indonesia Timur. Kolaborasi dengan daerah lain, menjadi cara efektif untuk menuntaskan pekerjaan rumah tersebut.
Tentu saja, ada berbagai daerah yang bisa menjadi mitra strategis. Namun, kemitraan dengan Jawa Timur, bisa memberikan satu keunggulan yang tidak ada di daerah lain di Indonesia.
Jawa Timur, bisa jadi mitra strategis berkat statusnya sebagai “pusat gravitasi” arus logistik di Indonesia Timur.
Hal itulah yang menjadi salah satu alasan penting bagi Musrenbang dua daerah ini.
Kepala Bappeda NTB, Dr. Ir. H. Iswandi, M.Si, Kepala Bappeda Jatim, Ir. Mohammad Yasin, M.Si, beserta jajaran hadir dalam Musrenbang tersebut.
Hadir pula dalam Musrenbang tersebut, Kepala BPS NTB, Drs. Wahyudin, MM, unsur perwakilan Bank Indonesia, Bank NTB Syariah, Bank Jatim, organisasi perangkat daerah, BUMD NTB dan Jatim, serta asosiasi pengusaha dari kedua daerah.
Kolaborasi untuk Keseimbangan
Dalam sambutannya, Iswandi memaparkan peranan NTB sebagai bagian integral dari visi Indonesia Emas 2045. NTB menerjemahkan visi tersebut dalam Visi NTB Emas 2045.
Salah satu aspek penting yang ingin dicapai dalam visi Indonesia Emas 2045 adalah berkurangnya angka kemiskinan ekstrem menuju 0 persen dan berkurangnya ketimpangan antarwilayah.
Untuk mencapai dua aspek tersebut NTB tidak harus berkompetisi dengan daerah lain. Justru, Iswandi berpendapat, kolaborasi antardaerah adalah jalan yang harus ditempuh.
Kolaborasi dengan Jawa Timur, diharapkan menularkan pencapaian yang sudah diraih Jawa Timur ke NTB.
“Ekonominya (NTB) diharapkan dapat bertransformasi dari daerah dengan tingkat pendapatan perkapita yang masih rendah, menjadi.. seperti yang sudah dicapai oleh Jawa Timur,” harap Iswandi.
Dilihat dari aspek ketimpangan, kontribusi NTB dan daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI), memang masih jauh lebih kecil ketimbang daerah-daerah di Kawasan Barat Indonesia (KBI).
Hal ini tampak pada proyeksi kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) KTI yang diproyeksikan hanya mencapai 21,4 persen pada 2025. Angka itu mengacu pada proyeksi Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional. Pada 2029, kontribusi ini diharapkan bisa naik menjadi 23,3 persen.
Secara otomatis, peningkatan kontribusi KTI pada PDRB Indonesia, akan mengurangi beban kontribusi KBI yang diproyeksikan menjadi 76,7 persen pada 2029.
Dalam upaya peningkatan PDRB KTI, NTB menjadi daerah yang mengusung tema tersendiri, berdasarkan keunggulan komparatifnya. Dalam upaya ini, ujar Iswandi, NTB bisa mengambil peran sebagai pusat pariwisata petualangan dan lumbung pangan di KTI.
“Jadi sektor pertanian dan pariwisata, yang akan menjadi lokomotif pertumbuhan (ekonomi) di Nusa Tenggara Barat,” tegas Iswandi.
Meski demikian, Iswandi tak memungkiri adanya tantangan yang dihadapi NTB.
Ia mengakui, selama ini, pertumbuhan ekonomi NTB memang belum terdiversifikasi. Ekonomi NTB, masih didominasi oleh sektor pertambangan dan sektor pertanian yang produktivitasnya berada dalam tren menurun.
Pertumbuhan ekonomi yang belum terdiversifikasi ini, memunculkan ancaman, berupa inflasi. Hal ini dapat terjadi ketika NTB mengalami kekurangan pasokan komoditas dari sektor lain, di luar komoditas pertanian dan pertambangan.
NTB misalnya, masih bergantung pada pasokan komoditas seperti telur, daging ayam dan daging sapi dari daerah Jawa Timur. “Jadi NTB itu, kalau kurang suplai dari Jawa Timur, akan mempengaruhi inflasi,” sebutnya.
Iswandi menilai, kerja sama antara NTB dan Jawa Timur bisa menekan potensi risiko tersebut. Di sisi lain, NTB juga bisa memaksimalkan peranan sebagai mitra strategis daerah Jawa Timur, terutama dalam memaksimalkan pasokan komoditas yang menjadi andalan NTB.
“Itulah makna diferensiasi,” ujar Iswandi.
Ia mengaku senang dengan adanya pertemuan ini, pihaknya bisa berkomunikasi langsung dengan sejumlah pemangku kepentingan di Jawa Timur. Khususnya, dengan pihak Pelindo, dan para pengusaha yang bergerak di bidang ekspor komoditas, dari Jawa Timur.
“Jadi kami tahu, apa kebutuhan pasar di Jawa Timur ini, yang bisa disuplai oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat,” tegasnya.
Kolaborasi antara NTB dan Jawa Timur memang bisa memberikan gambaran mengenai potensi kebutuhan daerah yang satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, NTB mampu mengambil peluang akan kebutuhan daerah Jawa Timur, yang mungkin untuk dikembangkan di daerah ini. Sebaliknya, Jawa Timur pun bisa mengambil manfaat serupa dari NTB.
Dengan memaksimalkan hubungan saling pasok yang saling menguntungkan, Iswandi berharap masyarakat NTB bisa mendapatkan manfaat berupa peningkatan nilai produksi. Pada gilirannya, hal ini akan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Masyarakat NTB yang lebih sejahtera, diharapkan pada gilirannya akan mampu menyerap lebih banyak komoditas dari Jawa Timur. “Masyarakat NTB bisa berproduksi, punya pendapatan (yang lebih tinggi), bisa membeli kebutuhan pokok yang datang dari Jawa Timur,” tegasnya.
Pusat Gravitasi
Kepala Bappeda Jatim, Ir. Mohammad Yasin, M.Si dalam kesempatan tersebut, juga menginginkan hal serupa.
Yasin menjelaskan, keinginan NTB untuk memaksimalkan peran dalam memasok komoditas ekspor domestik maupun antarnegara dari Jawa Timur, adalah sesuatu yang selaras dengan karakteristik Jawa Timur sendiri.
Ia menyebutkan, saat ini, Jawa Timur adalah “pusat gravitasi” aktivitas ekspor di Indonesia Timur.
Faktanya, Pelabuhan Tanjung Perak di Jawa Timur, saat ini melayani 21 dari 39 rute tol laut. “Sehingga hampir 80 persen logistik di 20 provinsi Indonesia Timur disuplai dari Jawa Timur,” ujar Yasin.
Selain itu, Jawa Timur juga memiliki keunggulan lain, dari aspek topografi dan demografinya. Dari aspek topografi, Jawa Timur adalah daerah terluas kedua di Pulau Jawa, dengan 48.037 kilometer persegi. Jawa Timur juga merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Indonesia dengan 41,15 juta jiwa, berdasarkan data BPS Jawa Timur 2023.
Saat ini, Jawa Timur juga sedang mengembangkan pelabuhan baru yang lokasinya lebih dekat dari NTB, yaitu Pelabuhan Tanjung Tembaga di Probolinggo. Selain untuk meringankan kepadatan lalu lintas logistik di Tanjung Perak, kehadiran Tanjung Tembaga bisa menguntungkan NTB berkat posisinya yang lebih dekat.
Selain itu, ujarnya, Tanjung Tembaga menyediakan akses yang lebih mudah. Dalam 15 menit, kendaraan yang mengangkut logistik dari Tanjung Tembaga, sudah bisa masuk ke jalan tol.
Tren ini semakin menggembirakan karena prioritas para pelaku industri yang saat ini tengah melirik Kawasan Indonesia Timur. “Industri, saat ini sedang bergerak ke arah timur Provinsi Jawa Timur,” sebut Yasin.
Hadirnya Tanjung Tembaga diharapkan semakin memperbanyak logistik yang dilayani dan didistribusikan dari Jawa Timur.
Yasin juga memaparkan catatan mengenai transaksi perdagangan NTB dan Jawa Timur. Ia menyebutkan, saat ini NTB tercatat melakukan pembelian komoditas-komoditas dengan nilai terbesar dari Jawa Timur, dengan nilai transaksi sebesar Rp6,95 triliun rupiah.
Komoditas-komoditas tersebut antara lain: pertama, kokas dan semi-kokas dari batubara, dari lignit atau dari tanah gemuk; retort carbon. Kedua, komoditas minyak bahan bakar. Ketiga, Semen Portland, semen alumina, semen terak dan semen hidrolis semacam itu, kecuali dalam bentuk clinker. Keempat, mobil dan kendaraan bermotor lainnya yang terutama dirancang untuk mengangkut penumpang; dan kelima, roti jahe dan sejenisnya, biskuit manis, wafel dan wafer.
Sebaliknya, NTB melakukan penjualan terbesar ke Jawa Timur, dengan nilai penjualan sebesar Rp1,66 triliun rupiah. Adapun komoditas-komoditas NTB dengan penjualan terbesar ke Jawa Timur adalah: pertama, jagung. Kedua, sayuran yang diambil akar, umbi dan bonggolnya, ytdl. Ketiga, tembakau yang belum diolah, keempat, krustasea, tidak beku. Dan kelima, bawang bombay.
Yasin mengemukakan, Musrenbang ini merupakan upaya tindaklanjut untuk meneruskan kesepakatan kerja sama yang sudah disepakati Gubernur NTB dan Gubernur Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
“Mudah-mudahan kali ini kita lebih mendetailkan, lebih mendalami berbagai potensi yang kita miliki,” pungkasnya. (aan)