TINGGINYA angka pengangguran di NTB masih menjadi tantangan yang belum menemukan solusi. Hingga akhir 2024, jumlah pengangguran di provinsi ini mencapai 87 ribu jiwa, dengan tingkat pengangguran terbuka mencapai 2,8 persen. Kota Mataram mencatat angka tertinggi sebesar 4,78 persen, disusul oleh Kabupaten Bima (3,57 persen) dan Kabupaten Sumbawa Barat (3,54 persen).
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Al-Azhar (Unizar), Muhammad Sayuti, S.E, M.M., menilai pemerintah belum memaksimalkan potensi seluruh sektor pekerjaan yang ada di NTB, sehingga angka pengangguran masih cukup tinggi di daerah ini.
Seharusnya, sebagai daerah dengan potensi wisata alam yang menjanjikan, NTB bisa memaksimalkan sektor ini dengan memberikan ruang kepada masyarakat untuk mengelola dan menjadi sumber pendapatan mereka.
“Pemerintah harus gencar mencari investor untuk mengembangkan wisata NTB. Selain itu, harus berkesinambungan. Sehingga banyak turis mancanegara ke NTB yang bisa menyerap pekerja dan mampu mengurangi angka pengangguran,” ujarnya kepada Ekbis NTB, Sabtu, 4 Mei 2025.
Dia menjelaskan, tingginya angka pengangguran disebabkan ketidakseimbangan antara jumlah pencari kerja dan lapangan pekerjaan yang tersedia. Dengan jumlah penduduk NTB yang menyentuh angka 5,5 juta, pemerintah belum bisa memfasilitasi dengan menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya.
“Penduduk NTB saat ini lebih dari 5,5 juta jiwa, namun lapangan kerja belum mampu mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja. Bahkan beberapa sektor seperti perhotelan dan ritel mengalami penutupan, yang memperparah keadaan,” jelasnya.
Sayuti juga menyoroti masalah kualitas lulusan sekolah kejuruan (SMK) yang belum siap masuk dunia kerja.Meski SMK dibentuk untuk menghasilkan tenaga kerja siap pakai. Ditambah lagi, kondisi ekonomi yang belum stabil turut memperburuk situasi ketenagakerjaan di daerah ini.
Tingginya pengangguran beriringan dengan masalah kemiskinan yang ada di daerah. Pemerintah daerah, katanya kerap menjanjikan penurunan angka kemiskinan menjadi satu digit dalam setiap kontestasi politik. Namun, hingga akhir 2024, angka kemiskinan di NTB masih berada di angka dua digit, yaitu 11,9 persen berdasarkan data BPS.
“Ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum mampu secara efektif menekan angka pengangguran dan kemiskinan,” pungkasnya. (era)