Mataram (Suara NTB) – Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golongan Karya (Golkar) NTB, dijadwalkan akan digelar pada, Sabtu, 24 Mei 2025 mendatang dipastikan berlangsung aklamasi. Pasalnya, kandidat terkuat H. Mohan Roliskana dipastikan tidak ada lawan.
Pengurus Partai Golkar NTB, dikabarkan telah bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia di Jakarta pekan kemarin. DPP Partai Golkar telah menentukan jadwal pelaksanaan musyarawarah daerah (Musda) Partai Golkar NTB pada akhir bulan Mei. Selain itu kata Ketua DPD Partai Golkar NTB, Dr.H.Mohan Roliskana bahwa pengurus DPP partai berlambang beringin juga telah memberikan arahan secara teknis tentang apa yang dipersiapkan selama proses Musda.
Menurutnya, Musda sebagai momentum untuk konsolidasi, silaturahmi, dan juga menjadi kesempatan bagi kader Partai Golkar untuk bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia untuk mendengarkan pemikiran tentang konsep politik serta proyeksi Partai Golkar ke depannya. “Termasuk mendukung program nasional,” ujarnya.
Musda diakui, akan menentukan calon ketua. Tradisi di Partai Golkar mengedepankan prinsip terbuka, demokratis, dan inklusif dalam melaksanakan gawe besar partai. Ia memastikan kader selalu patuh terhadap anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai.
Mohan secara teknis menjelaskan, proses penentuan calon ketua melalui proses penjaringan, pendaftaran, dan lain sebagainya. “Kalau pun diujung proses penjaringan berakhir. Iya, nanti kita lihat seperti apa prosesnya,” ujarnya.
Wali Kota Mataram dua periode ini, tidak ingin sesumbar maupun berbesar kepala walaupun dirinya digadang-gadang menjadi calon kuat dan dipastikan tidak ada pesaing. Mohan tetap rendah hati dan menginginkan proses musyawarah daerah berjalan demokratis. Prinsip yang dijaga selama ini adalah menjaga harmonisasi dan relasi dengan pengurus senior dan kader Partai Golkar tetap dirajut dengan baik.
Perihal dukungan pengurus DPD kabupaten/kota terhadap bakal calon ketua yang diusungkan pada musda. Mohan menilai surat dukungan itu merupakan gagasan dari pengurus DPD Partai Golkar kabupaten/kota. Hal ini dinilai tidak masalah karena menjadi instrument untuk menentukan dukungan politiknya. “Surat dukungan itu boleh saja sebagai bentuk dukungan politiknya,” demikian kata dia. (cem)